JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar tetap tidak mengakui menerima suap dari pengusaha impor daging Basuki Hariman.
Saat memberikan keterangan sebagai terdakwa, Patrialis justru menilai dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa terbukti.
"Saya diduga ditangkap tangan, terima uang yang sampai hari ini Alhamdulillah tidak bisa dibuktikan. Saya heran, kasus yang dianggap besar dan membuat Republik ini gentar bahwa saya menerima uang, tapi sampai sekarang tidak pernah dibuktikan," ujar Patrialis, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/8/2017).
Dalam sidang yang digelar hingga Senin malam tersebut, Patrialis kembali mengucapkan sumpah di hadapan majelis hakim.
Baca: Kamaludin Ungkap Komunikasinya dengan Patrialis soal Uang Rp 2 Miliar
Ia berupaya meyakinkan majelis hakim bahwa tuduhan menerima suap adalah hal yang tidak benar.
Patrialis mengakui bahwa dia pernah membocorkan isi draf putusan uji materi kepada Kamaludin, orang dekatnya yang kini juga berstatus terdakwa.
Namun, menurut Patrialis, apa yang dia lakukan hanya sebatas pelanggaran etik hakim.
Meski demikian, keterangan Patrialis tersebut berbeda dengan keterangan Kamaludin.
Dalam persidangan, Kamaludin mengaku pernah memberikan secara langsung uang 10.000 dollar AS dari Basuki kepada Patrialis.
Uang tersebut untuk membiayai keperluan Patrialis saat berangkat umrah.
Baca: Patrialis Pakai Istilah 'Ahok' untuk Sebut Nama Penyuapnya
Selain itu, Kamaludin mengakui bahwa ia dan Patrialis sempat membicarakan kesediaan Basuki untuk menyerahkan uang Rp 2 miliar.
Uang tersebut, menurut Kamaludin, untuk digunakan dalam memengaruhi hakim MK lainnya.
Patrialis dan Kamaludin diduga menerima uang sebesar 70.000 dollar AS, dan Rp 4 juta dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman.
Dalam dakwaan, keduanya juga dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar oleh Basuki.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.