Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut "Safe House" KPK sebagai Rumah Sekap, Pansus Dianggap "Jual" Rumor

Kompas.com - 07/08/2017, 07:40 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) Lucius Karus menilai, tudingan yang dilontarkan pihak Pansus Hak Angket KPK mengabaikan prinsip penyelidikan yang obyektif.

Hal tersebut disampaikan Licius menanggapi tudingan Pansus soal rumah sekap yang disebut dimiliki KPK.

Tudingan Pansus tersebut sudah diklarifikasi KPK dengan menyatakan bahwa lokasi yang dimaksud merupakan safe house alias rumah aman.

Licius menilai, Pansus yang semakin karena "ditinggal" dua fraksi, seolah ingin menunjukkan kekuatannya di mata publik.

Untuk kepentingan tersebut, menurut dia, Pansus memilih membuat informasi mengenai berbagai penyimpangan KPK khususnya dalam memproses para saksi atau tersangka korupsi selama ini.

Baca: Jubir KPK: Sayang Sekali Anggota DPR Tidak Bisa Bedakan "Safe House" dengan Rumah Sekap

Dari sejumlah informasi yang dilontarkan oleh Pansus, Lucius menilai, belum satu pun yang hingga saat ini bisa meyakinkan publik dengan bukti yang valid.

Pansus cenderung mengulang informasi soal "kisah horor" KPK, yang didapatkan dari orang-orang yang pernah berurusan dengan KPK baik sebagai saksi, tersangka, hingga terpidana.

"Kalau melihat cara kerja penyelidikan sebagaimana nampak melalui pernyataan-pernyataan anggota Pansus, nampak bahwa Pansus penyelidikan hak angket KPK secara sengaja memilih untuk mengabaikan soal prinsip kerja penyelidikan yang objektif," kata Lucius, kepada Kompas.com, Minggu (6/8/2017).

Ia menduga, Pansus sengaja memilih untuk menyiarkan informasi-informasi sepotong-potong tanpa upaya klarifikasi dan verifikasi terlebih dahulu.

Cara kerja ini dinilainya mirip dengan menjual rumor.

Baca: Masinton Sebut KPK Punya Rumah Sekap untuk Mengondisikan Saksi Palsu

Akibatnya, prinsip kerja penyelidikan yang seharusnya dilakukan Pansus untuk mencari tahu kebenaran, menjadi terhambat.

Pansus dianggap hanya sibuk mengumpulkan informasi yang memojokkan KPK.

"Dengan kata lain, cara kerja Pansus ini sesungguhnya bukan menyelidiki lagi tetapi hanya menyortir informasi sebagai alat legitimasi untuk menggapai tujuan mereka memojokkan atau melemahkan KPK," ujar Lucius.

Padahal, dia menyatakan seharusnya Pansus menjadi alat untuk melakukan pencarian informasi, pengujian informasi, klarifikasi, verifikasi, sebelum akhirnya membuat kesimpulan dan rekomendasi akhir.

Tanpa melakukan hal tersebut, Pansus membuat publik menjadi korban karena menyampaikan informasi yang sumir bahkan belum tentu kebenarannya.

"Pansus tidak boleh lupa bahwa publik juga punya sumber informasi masing-masing untuk menguji informasi-informasi yang disampaikan dari anggota Pansus," ujar Lucius.

Ia menyatakan, publik bisa menuntut Pansus untuk tidak hanya sekadar menghabiskan waktu dan anggaran dengan mengumbar informasi apa saja yang bisa menjelekkan citra KPK.

Lebih bijak, kata Lucius, Pansus melakukan evaluasi atas yang telah mereka lakukan.

Kompas TV Blusukan Pansus Hak Angket - News Or Hoax

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com