Sementara itu, pasal 82A Perppu Ormas menyebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.
"Pencabutan status badan hukum berakibat pidana terhadap anggota dan pengurusnya. Ini bisa berujung pada kriminalisasi, ini agak berbahaya. Seharusnya pendekatan lebih berkeadilan," ucapnya.
"Kewenangan Kemenkumham (mencabut status badan hukum) berpotensi menjadikan perppu sebagai 'jaring cantrang' bagi semua kelompok," kata Imdadun.
Oleh karena itu, Imdadun mengusulkan Perppu Ormas perlu direvisi dengan mengembalikan ketentuan putusan pengadilan yang sebelumnya diatur dalam pasal 62 UU Ormas.
Sejak diterbitkan, Perppu Ormas menuai pro dan kontra di masyarakat. Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan.
Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.
Setelah menerbitkan Perppu Ormas, pemerintah kemudian mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI) lantaran dianggap anti-Pancasila.
HTI dianggap menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat 4 huruf c Perppu Ormas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.