JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya, dalam operasi tangkap tangan di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Rabu (2/8/2017).
Rudi ditangkap saat menerima suap Rp 250 juta untuk menghentikan proses hukum yang sedang ditangani.
Penangkapan terhadap aparatur jaksa ini bukan yang kali pertama dilakukan KPK. Pada Juni 2017 lalu, KPK menangkap Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba.
Pada September 2016 lalu, jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Fahrizal, digiring ke Gedung KPK Jakarta.
Jaksa Fahrizal menjadi tersangka penerima suap dalam penanganan kasus distribusi gula impor di Padang, Sumatera Barat.
Sebelumnya, pada Agustus 2016, KPK menangkap jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Devianti Rochaeni, dan Fahri Nurmalo.
Dalam kasus ini, Bupati Subang Ojang Sohandi diduga memberikan uang sebesar Rp528 juta kepada jaksa penuntut umum yang menangani kasus korupsi anggaran BPJS Kabupaten Subang tahun 2014.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu juga pernah berpotensi terjerat kasus di KPK. Namun, keduanya lolos karena tidak didukung bukti yang cukup mengenai keterlibatan dalam kasus suap.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengatakan, penangkapan jaksa ini semakin memperkuat pandangan bahwa kejaksaan belum berbenah.
"Juga semakin memperkuat pandangan lemahnya kepemimpinan Jaksa Agung HM Prasetyo," ujar Aradila kepada Kompas.com, Rabu.
(Baca juga: Oknum Kejari Pamekasan Ditangkap, Kejagung Tak Akan Halangi KPK)
Aradila mengatakan, Kejaksaan Agung perlu segera memperbaiki mekanisme pengawasan di internal. Tanpa pengawasan yang ketat, reformasi kejaksaan akan sulit terjadi.
"Jangan hanya dianggap sebagai persoalan individu jaksa nakal. Tapi harus dilihat adanya persoalan struktural kejaksaan," kata Aradila.