Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Seharusnya Langsung Respons Kasus Novel setelah Peristiwa Terjadi

Kompas.com - 01/08/2017, 21:53 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, mempertanyakan langkah Presiden Joko Widodo yang baru memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, hampir tiga bulan setelah peristiwa penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, terjadi.

Pada Senin (31/7/2017) kemarin, Presiden Jokowi memanggil Kapolri untuk mendapatkan laporan perkembangan pengusutan kasus Novel. 

Polisi belum berhasil menangkap pelakunya hingga saat ini.  

"Saya mempertanyakan karena responsnya rendah, baru sekarang memanggil (Kapolri)," ujar Busyro, seusai menghadiri diskusi di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2017).

Baca: Jokowi dan Kapolri Tak Bicarakan TPF Kasus Novel

Menurut Busyro, pasca-kejadian, seharusnya Presiden Jokowi merespons kasus ini dengan cepat dan langsung menginstruksikan agar dibentuk tim independen.

Hal ini juga disuarakan para pegawai KPK melalui Pimpinan KPK yang saat itu menemui Presiden Jokowi.

Akan tetapi, tim independen tak kunjung dibentuk.

Menurut Busyro, Presiden Jokowi harus turut memberikan jaminan keselamatan para pegawai KPK.

Penuntasan kasus Novel menjadi cermin perhatian Presiden Jokowi atas keselamatan para pegawai KPK terhadap pemberantasan korupsi.

"Pegawai KPK kan tulang punggung KPK. Pimpinan kan hanya 4 tahunan, apalagi yang pegawai tetap kan sampai lama kerja di sana. Maka aspirasinya harusnya didengar," kata Busyro.

Selain itu, lanjut Busyro, pembentukan tim independen untuk mengungkap ada atau tidaknya anggota polisi yang turut terlibat pada kasus ini seperti dikatakan Novel.

Baca: Tim Gabungan Tak Berarti KPK Ikut dalam Investigasi Kasus Novel

Jika hanya ditangani kepolisian, akan muncul kekhawatiran bahwa pengungkapan kasus ini rawan kepentingan.

"Untuk membuktikan hipotesa itu benar atau tidak, secara metodologis dan prinsip transparansi, maka yang bisa buktikan dan membebaskan dugaan kepentingan sejumlah perwira tinggi di Polri benar atau tidak, maka berikan kewenangan itu pada tim independen. Enggak ada jalan lain," kata Busyro.

Novel sebelumnya menduga ada "orang kuat" yang menjadi dalang serangan itu.

Bahkan, dia mengaku mendapat informasi bahwa seorang jenderal polisi ikut terlibat.

"Saya memang mendapat informasi bahwa seorang jenderal polisi terlibat," kata Novel.

"Awalnya, saya mengira informasi itu salah. Tapi setelah dua bulan dan kasus itu belum juga selesai, saya mengatakan (kepada yang memberi informasi itu), sepertinya informasi itu benar," kata Novel.

Kompas TV Siapa Jenderal di Balik Penyerangan Novel?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com