JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Henry Subiakto mengatakan bahwa ancaman sempat datang ke pihaknya pascapemblokiran aplikasi telegram beberapa waktu lalu.
Beberapa bentuk ancaman tersebut muncul melalui media sosial. Para pegawai Kemenkominfo diancam akan dibunuh
"(Mereka) menyebut bahwa (Kemenkominfo) itu musuh. Di situ disebut darahnya halal untuk dibunuh dan sebagainya, ancamannya seperti itu," Kata Henry di Universitas Pertamina, Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
(baca: Jokowi: Pemblokiran Telegram Demi Keamanan Negara)
Namun, lanjut Henry, tidak diketahui ancaman tersebut berasal dari siapa. Menurut Henry, apa pun bentuknya, ancaman merupakan tindakan melawan hukum.
"Dia (pelaku) menakut-nakuti. Saya juga nggak tahu siapa yang buat, tapi yang jelas ada ancaman," kata dia.
Kemenkominfo memblokir aplikasi Telegram pada Jumat (14/7/2017). Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, penggunaan aplikasi Telegram cukup masif digunakan oleh kelompok teroris.
(baca: Kapolri: Telegram Dienkripsi dan Sulit Dideteksi)
Telegram memiliki sejumlah keunggulan yang dianggap menguntungkan bagi kelompok tersebut karena privasi penggunanya terjamin.
"Ini jadi problem dan jadi tempat saluran komunikasi paling favorit oleh kelompok teroris," ujar Tito di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (16/7/2017).
Tito mengatakan, anggota chat group di Telegram bisa mencapai 10.000 orang. Terlebih lagi, grup di aplikasi tersebut dienkripsi dan sulit dideteksi.
Telegram menjamin privasi penggunanya sehingga sulit disadap.
(baca: 17 Aksi Teror di Indonesia yang Memakai Telegram untuk Komunikasi)
Tito mengatakan, pemblokiran ini antara lain tindaklanjut permintaan Polri untuk mengatasi masalah tersebut.
Pemblokiran dilakukan setelah komunikasi yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap pihak Telegram tidak ditanggapi.
Belakangan, CEO Telegram, Pavel Durov menyampaikan permintaan maaf. Durov mengaku selama ini tidak tahu bahwa Kominfo telah berupaya menghubungi Telegram sejak 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.