BOGOR, KOMPAS.com - Tanggal 27 Juli menjadi sebuah hari yang bersejarah. Dulu, tanggal itu dikenal dengan peristiwa "Kuda Tuli" (Kerusuhan 27 Juli) pada tahun 1996.
Saat itu, para pendukung Soerjadi yang merupakan Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan periode 1996-1998 menyerbu dan berusaha menguasai kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Adapun Megawati merupakan Ketua Umum PDI hasil kongres Surabaya untuk periode 1993-1998.
Peristiwa kerusuhan ini meluas dan menyebabkan kerusuhan di wilayah Jakarta Pusat terutama di Cikini dan Salemba. Lempar batu hingga pembakaran gedung terjadi.
Namun, 21 tahun kemudian, 27 Juli tak lagi hanya menjadi hari bersejarah bagi PDI-P.
Pada 27 Juli 2017, Susilo Bambang Yudhoyono dan Prabowo Subianto bertemu dan menghasilkan beberapa kesepakatan.
(Baca: SBY: Demokrat dan Gerindra Sepakat Kawal Pemerintahan Tanpa Koalisi)
Pertemuan SBY-Prabowo ini sudah lama direncanakan. Namun, kedua pimpinan partai itu baru bisa bertemu untuk membahas UU Pemilu. Alasannya, SBY baru pulang dari kegiatan kunjungan ke sejumlah negara pada 24 Juli.
Keesokan harinya, Demokrat akhirnya melakukan rapat, sehingga setelah dicocokan pertemuan keduanya dilangsungkan pada 27 Juli.
"(Tanggal) 25 kami rapat internal, nah siap-siap, terus telepon-teleponan sana, sana tanya, sini tanya, yang paling memungkinkan pas waktunya 27," kata Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan, di kediaman SBY, Kamis malam.
Mengapa pertemuan tidak dilangsungkan pada Jumat (28/7/2017), Hinca memilih menjawabnya dengan bercanda.
"Ya sama saja (tanggal 27 atau 28), enggak sekalian saja kenapa (tidak) tanggal 5 Agustus," ujar Hinca.
(Baca: Diplomasi Nasi Goreng, Cara SBY Menyambut Prabowo di Cikeas)
Tidak ada faktor atau alasan khusus dalam pemilihan waktunya. Dia hanya menganggap waktu pertemuan SBY dan Prabowo ada di angka yang baik.
"Jadi menarik ya teman-teman angka 27. 2+7=9, bagus juga sih," ujar Hinca.