Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Ormas Dinilai Berpotensi Timbulkan Kesewenangan Pemerintah

Kompas.com - 25/07/2017, 05:04 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Advokasi Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi (Yappika) Hendrik Rosdinar mengatakan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah cukup jelas mengatur mekanisme pembubaran ormas yang dianggap mengancam kedaulatan negara.

Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas pun dinilai Hendrik menjadi tidak tepat.

Hal ini disampaikan Hendrik, mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Perppu Ormas dalam konferensi pers yang digelar di kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (24/7/2017).

"Perppu Ormas ini dapat menimbulkan kesewenang-wenangan pemerintah, abuse of power. Sehingga menjadi ancaman serius bagi kehidupan demokrasi dan negara hukum serta mengancam hak asasi manusia," kata Hendrik.

Menurut Hendrik, pembubaran suatu ormas melalui tahapan pengadilan sudah cukup adil. Jika pun pemerintah menilai UU ormas yang ada belum memadai, maka sedianya pemerintah mengajukan rancangan undang-undang perubahan atas UU Ormas kepada DPR.

"Tidak perlu membentuk perppu melainkan mulai membahas RUU Perkumpulan yang akan lebih tepat mengatur organisasi yang berbasiskan keanggotaan, dibandingkan dengan UU Ormas," kata dia.

Koalisi masyarakat, kata Hendrik, juga berharap DPR tak menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Sebab, jika disetujui akan menjadi ancaman bagi seluruh gerakan masyarakat sipil.

(Baca: DPR Diharapkan Tak Setujui Perppu Ormas)

Misalnya, bagi organisasi buruh, organisasi petani, organisasi jurnalis, kelompok anti-korupsi, kelompok pegiat HAM, kelompok pejuang tata pemerintah yang demokratis, dan organisasi lainnya.

Dengan Perppu Ormas, pemerintah dikhawatirkan dapat membubarkan organisasi masyarakat sipil dengan alasan-alasan yang masih dapat diperdebatkan dan dibantah.

"Kami mendesak agar DPR menolak pengesahan Perppu Ormas. Penolakan Perppu Ormas, selain karena proses pembentukannya bermasalah, substansinya bermasalah," kata dia.

Sementara aktivis hak asasi manusia, Maria Katarina Sumarsih mengatakan, koalisi masyarakat sipil mendukung sepenuhnya upaya pemerintah menindak berbagai kelompok intoleran. Namun, sedianya tetap dilakukan dalam koridor negara demokrasi dan negara hukum.

Menurut Sumarsih, pembentukan perppu justru membahayakan kehidupan negara Indonesia yang demokratis dan berdasarkan hukum.

"Perppu tidak hanya dapat menyasar kepada kelompok yang intoleran tetapi juga menyasar kepada kelompok-kelompok organisasi maayarakat lainnya karena pemerintah dapat sepihak membubarkannya dengan berbagai alasan," kata Sumarsih.

(Baca juga: "Kegentingan Perppu Ormas Jelas, Ada Organisasi Anti-Demokrasi dan Pancasila")

Menko Polhukam Wiranto sebelumnya membantah pemerintha memiliki kepentingan politik dengan menerbitkan Perppu Ormas. Menurut Wiranto, perppu diterbitkan bukan dimaksudkan agar pemerintah bisa berlaku sewenang-wenang.

"Penerbitan Perppu itu bukan kepentingan pemerintah semata-mata. Bukan kepentingan Pak Jokowi-JK, kepentingan Wiranto, tidak. Itu kepentingan bangsa dan negara. Kalau mau cari enak ya tidak usah bikin perppu," kata dia.

(Baca: Wiranto Bantah Penerbitan Perppu Ormas Sarat Kepentingan Politik)

Kompas TV Tolak Perppu Ormas, HTI Mengadu ke Komnas HAM
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com