JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah memeriksa 17 saksi dalam kasus dugaan adanya kecurangan dalam memproduksi beras oleh PT Indo Beras Unggul (PT IBU).
Pasca penggerebekan, petugas mengamankan 16 orang dan dilakukan pemeriksaan.
Kemudian, pada Senin (24/7/2017), penyidik menjadwalkan pemeriksaan sembilan saksi.
"Dari sembilan, satu sedang berlangsung pelaksanaannya. Yang delapan minta dilakukan penundaan," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin siang.
Namun, Agung enggan menjelaskan detil siapa saja saksi yang diperiksa.
Baca juga: Mentan Berharap Tak Ada Lagi Oknum yang Bermain dalam Kasus Beras Oplosan
Ia mengakui, salah satu yang tidak hadir dari PT IBU.
"Semua yang terkait dengan masalah hulu sampai hilirnya adalah pihak-pihak yang perlu kita mintakan kejelasannya," kata Agung.
Agung mengatakan, dalam kasus ini, PT IBU sebagai produsen sejumlah merek beras melakukan kecurangan dengan memanipulasi kualitas beras.
Produsen membeli gabah dari petani dengan harga di atas harga yang ditetapkan pemerintah.
Kemudian, beras dijual dengan harga berkali-kali lipat dari yang seharusnya.
"Diduga kami persangkakan itu mencurangi daripada pedagang, penggilangan-penggilangan kecil, pedagang kecil, demikian juga konsumen," kata Agung.
Meski sudah ada belasan saksi yang diperiksa, namun penyidik belum menetapkan tersangka.
Agung mengatakan, saat ini penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti yang memperkuat dugaan penyidik soal kecurangan tersebut.
Dalam gudang berkapasitas 2.000 ton itu, polisi menyita 1.100 ton beras siap edar.
Beras tersebut dilabeli dengan berbagai merek, antara lain Ayam Jago, Maknyuss, Pandan Wangi, dan Rojo Lele.
Beras tersebut dioplos seolah kualitas baik, padahal dari beras berkualitas rendah yang dicampur.
Berdasarkan hasil penyidikan, diperoleh fakta bahwa PT IBU melakukan pembelian gabah di tingkat petani lebih mahal dibandingkan harga yang ditetapkan pemerintah.