Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Minta MK Prioritaskan Penanganan Gugatan UU Pemilu, Ini Alasannya

Kompas.com - 24/07/2017, 16:13 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK), meminta agar perkara yang berkaitan dengan gugatan terhadap Undang-Undang Pemilu bisa diprioritaskan.

"Kami sudah mau kirimkan surat, kalau ada sengketa terkait UU Pemilu, kami berharap itu bisa diprioritaskan penanganannya," kata Ketua KPU Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Senin (24/7/2017).

Arief mengatakan, pemilu merupakan agenda nasional yang tidak bisa dimundurkan penyelenggaraannya. Oleh karena itu, dia berharap MK menjadikan urgensi ini sebagai pertimbangan dalam memprioritaskan penanganan perkara UU Pemilu.

"Misalnya ada orang sengketa UU Jalan Raya. Lah, kalau UU Jalan Raya itu mau diputuskan sekarang, bulan depan, bulan depannya lagi, itu enggak mempengaruhi apa-apa. Tetapi kalau UU Pemilu..," kata Arief.

Lebih lanjut Arief mengatakan, KPU tidak memiliki permohonan lain selain permohonan agar penanganan perkara UU Pemilu diprioritaskan.

"Enggak ada (yang lain). Kan KPU tidak boleh mempengaruhi, mengintervensi, memberikan pendapat terkait dengan putusan pengadilan," ucap Arief.

Dia menambahkan, KPU hanya berharap agar putusan MK yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu bisa keluar lebih cepat.

"Sehingga KPU punya waktu cukup untuk mempersiapkan, melaksanakan isi putusan MK," kata dia.

Sebelumnya di Gedung MK, juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, MK tidak memprioritaskan satu perkara dari yang lainnya.

Namun, karena UU Pemilu ini menjadi landasan penyelenggaraan Pemilu 2019, maka ini menjadi pertimbangan MK untuk mengutamakan penanganannya.

"Ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan MK, tentu soal pemanfaatan atau urgensi dari UU itu," kata Fajar.

Pengesahan UU Pemilu di DPR memang berlangsung setelah melalui rapat paripurna yang panjang. Bahkan, pengesahannya pun diwarnai aksi walk out empat fraksi yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap aturan presidential threshold, yaitu 20 persen perolehan kursi atau 25 persen perolehan suara nasional.

(Baca: Diwarnai Aksi Walk Out, DPR Sahkan UU Pemilu)

Sejumlah partai yang tidak setuju dengan aturan dalam UU Pemilu pun bersiap mengajukan gugatan ke MK. Salah satu pihak yang telah mengajukan gugatan itu adalah Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra.

(Baca: Yusril Gugat UU Pemilu karena Ingin Nyapres)

Selain partai politik, sorotan terhadap UU Pemilu juga disampaikan sejumlah kelompok sipil, seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Perludem menilai aturan presidential threshold melanggar konstitusi, karena merampas hak setiap partai politik peserta Pemilu 2019.

(Baca: Perludem Siap Gugat UU Pemilu soal "Presidential Threshold")

Kompas TV UU Pemilu Buka Peluang Calon Tunggal Pilpres 2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com