Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Bentuk Tim untuk Kaji Ideologi Ormas Anti-Pancasila

Kompas.com - 21/07/2017, 22:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan Sri Yunanto menampik anggapan bahwa pemerintah dapat dengan mudah menuduh sebuah organisasi kemasyarakatan (ormas) pasca-penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Menurut Yunanto, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang dalam menilai sebuah ormas memiliki ideologi yang anti-Pancasila.

"Kami menguji dengan benar. Ormas ini benar enggak sih, jadi bukan main tunjuk saja," ujar Yunanto saat ditemui dalam diskusi bertajuk Tindak Lanjut Penerbitan Perppu Nomor 02 Tahun 2017, di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (21/7/2017).

Yunanto menjelaskan, sebelum pencabutan status badan sebuah ormas, pemerintah membentuk tim khusus untuk mengumpulkan data dan fakta yang menunjukkan ormas tersebut anti-Pancasila.

(Baca: Komisi Hukum MUI: Penerbitan Perppu Ormas Bukan Langkah Otoriter)

Tim tersebut terdiri atas lembaga negara yang terkait langsung dalam hal penataan ormas dan berada bawah koordinasi langsung Menko Polhukam Wiranto. Mekanisme itu pun telah dijalankan sebelum pemerintah mencabut status hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Terkait HTI, kata Yunanto, pemerintah telah memiliki bukti bahwa ideologi dan kegiatan HTI bertentangan dengan Pancasila. Bukti tersebut antara lain sebuah buku yang berisi rancangan undang-undang dasar sementara yang memuat secara rinci konsep negara khilafah.

Selain itu pemerintah juga memiliki bukti video kongres khilafah yang diadakan HTI. Di dalam video tersebut, tampak seorang orator menyampaikan orasinya. Sang orator menyerukan agar nasionalisme dan Pancasila dihancurkan untuk menegakkan pilar khilafah.

"Iya (ada tim khusus), Negara itu kan punya polisi, TNI dan Intelijen. Nah semua itu punya data. Kemudian data tersebut dirapatkan, dikoordinasikan di Kemenko Polhukam," kata Yunanto.

"Semua punya data dan mengkaji sesuai tupoksinya. Semua dikoordinasikan di Kemenko Polhukam," ucapnya.

(Baca: HTI Akan Gugat Pembubarannya ke PTUN)

Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menuai pro dan kontra di masyarakat.

Pihak yang kontra menganggap upaya tersebut sebagai bentuk pemberangusan kebebasan berserikat.

Kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mengatakan, semua organisasi kemasyarakatan (Ormas) berpotensi dibubarkan oleh pemerintah berdasarkan Perppu Ormas.

Menurut Yusril, beberapa pasal dalam Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat. Ditambah lagi dengan ketidakjelasan definisi ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

"Jadi saya ingatkan ke semua pimpinan ormas jangan senang dulu. Sekarang ada yang senang kan, antusias. Ini bisa berbalik ke semua. NU (Nahdlatul Ulama) juga bisa bubar dengan Perppu ormas, karena itu kita harus hati-hati dengan perkembangan ini," ujar Yusril usai mendampingi Jubir HTI mengajukan gugatan uji materi Perppu Ormas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Kompas TV Menurutnya pemerintah punya bukti yang kuat terkait kasus pembubran HTI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com