Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK: Tak Menutup Kemungkinan Korporasi Jadi Tersangka E-KTP

Kompas.com - 21/07/2017, 20:57 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengatakan, tidak tertutup kemungkinan korporasi yang terlibat dalam dugaan korupsi proyek e-KTP akan menjadi tersangka.

"Khusus untuk e-KTP, orangnya lebih dulu. Seandainya korporasinya berperan sangat penting, mendapat keuntungan banyak dari e-KTP, maka tidak tertutup kemungkinan KPK menyasar pada korporasinya," ujar Syarif di Gedung KPK Jakarta, Jumat (21/7/2017).

Menurut Syarif, KPK sudah membentuk tim khusus untuk menangani kasus-kasus yang kemungkinan melibatkan korporasi sebagai subjek tindak pidana.

 

(baca: Daftar Mereka yang Diperkaya dalam Proyek E-KTP Menurut Hakim)

Tim tersebut dibentuk sebagai tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi.

Dalam putusan terhadap dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, majelis hakim meyakini ada sejumlah korporasi yang diuntungkan karena tindak pidana korupsi.

Sejumlah perusahaan itu tergabung dalam Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).

(baca: Ini Tiga Anggota DPR yang Disebut Hakim Terima Uang Proyek E-KTP)

Dalam putusan, hakim menganggap Perum PNRI diuntungkan Rp 107 miliar. Kemudian, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero) sebesar Rp 8,2 miliar, PT LEN Industri (persero) sebesar Rp 3,4 miliar.

Selain itu, PT Quadra Solution sebesar Rp 79 miliar dan PT Sandipala Arthaputra sebesar Rp 145 miliar.

(baca: 5 Tersangka Kasus E-KTP Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka)

Hingga saat ini, KPK sudah menjerat lima orang dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar RP 2,3 triliun itu.

Selain Irman dan Sugiharto, tiga tersangka lain, yakni Andi Narogong (pengusaha), Setya Novanto (politisi Golkar) dan Markus Nari (politisi Golkar).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com