JAKARTA, KOMPAS.com - Detasemen khusus tindak pidana korupsi (Densus Tipikor) nantinya akan menggeser Direktorat Tindak Pidana Korupsi di Bareskrim Polri.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penanganan kasus korupsi nanti sepenuhnya akan dilakukan unit tersebut.
"Kalau sudah ada Densus, Direktorat Tipikor tidak ada. Dihilangkan nantinya," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/7/2017).
(baca: Kapolri Yakin Keberadaan Densus Tipikor Hasilkan Efek yang Masif)
Setyo mengatakan, kemungkinan sumber daya di Dittipikor Bareskrim akan dipindahkan ke Densus Tipikor.
Ke depan, kata dia, Polri akan memperbanyak personel, khususnya yang memiliki kemampuan di bidang pemberantasan korupsi, untuk ditempatkan di unit tersebut.
"Kita akan memperbanyak juga kemampuan personel kita yang kita latih untuk menangani korupsi," kata Setyo.
Densus Tipikor ini nantinya tak hanya ada di tingkat pusat, tapi juga ditempatkan di masing-masing Polda. Sama seperti penempatan Densus 88 dalam penanganan kasus teror.
(baca: Penyidik dan Jaksa Akan Satu Atap di Densus Tipikor seperti KPK)
Saat ini, Polri masih mengkaji payung hukum untuk pembentukannya.
"Ini sedang dikaji. Nanti kan kita kaji dulu, sama seperti dulu kita bentuk Densus 88," kata dia.
Jika nantinya jadi dibentuk Densus Tipikor, Polri membutuhkan rekomendasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi karena mengubah Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Polri.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meyakini keberadaan Densus Tipikor akan secara masif mengungkap berbagai kasus di Indonesia.
(baca: Pimpinan KPK Apresiasi Polri Bentuk Densus Antikorupsi)
Ia menyebut, kelebihan utama Polri dibandingkan KPK adalah jaringan yang luas di seluruh Indonesia dan jumlah personel yang banyak.
Menurut dia, jika hanya mengungkap kasus-kasus besar maka efeknya di masyarakat tak akan masif.
Oleh karena itu, dengan jumlah personel polisi yang banyak dan jaringan yang luas, Tito meyakini pemberantasan korupsi oleh Polri akan menimbulkan efek kejut yang besar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.