JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Setya Novanto merasa dizalimi terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
Hal itu disampaikan Novanto ketika diminta tanggapan terkait penyidikan yang dilakukan KPK terkait kasus e-KTP.
Menurut KPK, Novanto diberi jatah Rp 574 miliar dari total nilai pengadaan e-KTP.
Dalam jumpa pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/7/2017), Novanto mengaku kaget dengan penetapan tersangka dirinya.
(baca: Berapa Jatah Setya Novanto dalam Proyek E-KTP?)
Ia merasa tidak ada bukti keterlibatannya dalam korupsi tersebut berdasarkan fakta persidangan.
Ketua Umum Partai Golkar itu menyinggung pemberitaan yang menyebut dirinya menerima Rp 574 miliar dari proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
(baca: Setya Novanto: Saya Akan Taat Proses Hukum KPK)
"Uang Rp 547 miliar besarnya bukan main. Bagaimana cara transfernya, bagaimana menerimanya, bagaimana wujudnya," kata Novanto.
"Saya mohon betul-betul jangan sampai kami dilakukan adanya penzhaliman terhadap diri saya," tambah dia.
Meski demikian, ia mengaku menghargai langkah KPK dan akan taat atas proses hukum kedepan.
KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP.
(baca: Setya Novanto, The Untouchable yang Penuh Kontroversi....)
Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan.
Jaksa KPK sebelumnya meyakini adanya peran Setya Novanto dalam korupsi proyek e-KTP. Jaksa yakin tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu dilakukan bersama-sama Setya Novanto.
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menetapkan tiga tersangka, yakni Irman dan Sugihanto (mantan pejabat Kemendagri) serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.