JAKARTA, KOMPAS.com - Pasal penodaan agama dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas dikhawatirkan menjadi pasal karet.
Sebab, pasal ini dinilai tidak punya mekanisme yang jelas apakah pemerintah yang menentukan pelanggaran atau melalui pengadilan.
Asisten Deputi Materi Hukum Kementerian Politik Hukum dan Keamanan Heni Susila mengatakan, jika suatu ormas melakukan pelanggaran SARA atau penistaan agama, untuk sampai pada tahap menentukan pelanggaran, pemerintah tidak akan bergerak sendiri.
Dalam kasus penodaan agama, misalnya, bisa melibatkan Kementerian Agama, Kejaksaan, dan lembaga terkait lainnya.
"Contoh terkait agama, dia melibatkan Kementerian Agama dan Kejaksaan, intinya adalah kementerian atau lembaga yang terkait dengan itu maka dia akan dilibatkan," kata Heni, dalam breafing media di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Senin (17/7/2017).
(baca: Aturan Penodaan Agama di Perppu Ormas Dikhawatirkan Jadi Pasal Karet)
Pemerintah akan mengidentifikasi dulu dan perlu menunjukan bukti yang konkret.
"Jadi pemerintah tidak mungkin akan melakukan suatu tindakan konkret apabila tidak cukup bukti. Karena ini potensi isunya pasti juga nanti sampai ke pengadilan," ujar Heni.
Untuk memutuskan apakah ormas tersebut melakukan pelanggaran penodaan agama atau tidak, bisa melalui mekanisme rapat kabinet atau rapat lainnya.
"Saya kira kalau pemerintah selama ini ketika akan membuat suatu kebijakan atau keputusan politik, pemerintah akan dilakukan melalui koordinasi bersama. Apakah diputuskan melalui rapat kabinet atau rapat-rapat koordinasi. Mekanisme itu berjalan," ujar Heni.
(baca: Jokowi: Yang Tak Setuju Perppu Ormas, Silakan Tempuh Jalur Hukum)
Jika terindikasi pidana, pasti akan dibawa ke pengadilan. Namun, dia menyatakan bisa saja ormasnya hanya melakukan pelanggaran administrasi, bukan pidana.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) sebelumnya menyoroti isi Perppu Ormas.
Salah satunya mengenai pasal penodaan agama dalam pasal 59 ayat (3) huruf b. D
alam pasal tersebut, disebutkan bahwa ormas dilarang melakukan penyalahgunaan, penistaan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
(baca: PBNU Dukung dan Siap Mengawal Perppu Pembubaran Ormas)
Menurut Ketua Lakpesdam NU Rumadi, pasal tersebut berpotensi menjadi pasal karet. Sebab, tidak ada mekanisme yang jelas untuk menentukan apabila suatu ormas melakukan penodaan agama atau tidak.
"Ini tidak ada mekanisme yang jelas terkait pasal itu apakah pemerintah bisa serta merta menentukan suatu kelompok melakukan penodaan agama atau apakah harus melalui pengadilan?" ujar Rumadi, Jumat (14/7/2017).