Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Hary Tanoe Kecewa Hakim Tolak Praperadilan

Kompas.com - 17/07/2017, 15:20 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Pengacara tersangka Hary Tanoesoedibjo, Munathsir Mustaman, menyatakan kecewa dengan putusan hakim yang menolak gugatan praperadilan kliennya.

"Kalau kecewa jelas," kata Munathsir usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/7/2017).

Munathsir mengatakan, ada beberapa putusan hakim pada pertimbangan yang tidak sesuai dengan keinginan pihaknya.

Salah satunya, hakim dinilai tidak mempertimbangkan soal terlambatnya SPDP untuk Hary.

(baca: Hakim Praperadilan Tolak Gugatan Hary Tanoe)

Sprindik Hary Tanoe disebut tertanggal 15 Mei 2017, tetapi SPDP-nya baru disampaikan ke Hary sekitar 20 Juni 2017.

"Padahal sudah sangat jelas di putusan MK bahwa SPDP harus diberikan kepada pihak terlapor, pihak terkait, maksimal 7 hari," ujar Munathsir.

Pihaknya menyatakan, soal keterlambatan SPDP telah dimasukan dalam dalil permohonan.

Hal ini berbeda dengan pendapat hakim yang menyatakan soal keterlambatan SPDP tersebut tidak dimasukan dalam dalil permohonan.

 

(baca: Hary Tanoe Kembali Bantah Kirim SMS Ancaman kepada Jaksa Yulianto)

Hakim juga dianggap tidak mempertimbangkan keterangan ahli yang dihadirkan pihaknya.

"Ahli rata-rata berpendapat SMS itu bukanlah ancaman jadi sangat jelas itu bukan pidana," ujar dia.

Atas putusan ini, pihak pengacara mengaku akan berkonsultasi dengan Hary Tanoe untuk langkah selanjutnya.

(baca: Polri Bantah Penetapan Tersangka Hary Tanoe Berbau Politis)

Pengacara Hary juga masih menunggu salinan putusan pengadilan.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Hary.

"Mengadili, dalam pokok perkara menolak permohonan praperadilan dari pemohon (Hary)," kata Hakim Cepi, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Hakim menyatakan, penetapan tersangka terhadap Hary Tanoe oleh Bareskrim telah sah.

"Membebankan biaya perkara kepada negara (senilai) nihil," ujar Cepi.

Hary merupakan tersangka dalam kasus dugaan mengancam Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui media elektronik.

Ia dikenakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik.

Hary sudah diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim. Dalam kasus ini, Yulianto tiga kali menerima pesan singkat dari Hary Tanoe pada 5, 7, dan 9 Januari 2016. Isinya yaitu, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."

Namun, Hary membantah mengancam Yulianto.

"SMS ini saya buat sedemikian rupa untuk menegaskan saya ke politik untuk membuat Indonesia lebih baik, tidak ada maksud mengancam," ujar Hary Tanoe.

Adapun Polri meyakini cukup bukti untuk menetapkan tersangka Hary. Polri membantah ada muatan politis dalam kasus ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com