Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesuai Perppu, Pemerintah Diminta Segera Bubarkan Ormas Anti-Pancasila

Kompas.com - 15/07/2017, 12:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso menilai bahwa pemerintah perlu bertindak tegas pasca-penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Menurut dia, pemerintah perlu mencabut izin dan membubarkan organisasi yang dinilai anti-Pancasila sebagaimana diatur dalam perppu tersebut.

"Saya sarankan segera eksekusi, kalau tidak wibawa pemerintah bisa dipertanyakan. Setelah diundangkan perppu otomatis berlaku," dalam sebuah diskusi bertajuk 'Cemas Perppu Ormas' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Di sisi lain, lanjut Sugeng, salah satu syarat penerbitan perppu adalah adanya situasi kegentingan memaksa berdasarkan pandangan subyektif pemerintah.

 

Baca: Terbitnya Perppu Ormas Dinilai Akibat Kurang Pendekatan dan Panik

Oleh sebab itu, alasan kegentingan memaksa sebagai salah satu dasar sikap pemerintah akan dipertanyakan.

"Karena ada kegentingan memaksa sebagai wilayah legal pemerintah untuk menentukan. Jangan sampai nanti sikap pemerintah justru dipertanyakan," tuturnya.

Secara terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa ormas yang dibubarkan memiliki kesempatan untuk menggugat keputusan pemerintah tersebut ke pengadilan.

Dia pun membantah anggapan pemerintah akan bertindak sewenang-wenang dengan penerbitan Perppu Ormas.

Baca: PKB Dorong Partai Koalisi Bertemu Samakan Persepsi soal Perppu Ormas

"Pemerintah sangat hati-hati untuk merumuskan Perppu ini. Tidak sewenang-wenang. Setelah Perppu ini keluar, toh ormas yang dinilai menyimpang dari Pancasila, UUD 1945, menentang NKRI dan dicabut izinnya, masih berhak untuk masuk ke ranah peradilan. Masih berhak untuk menggugat," ujar Wiranto saat memberikan keterangan di Kemenko Polhukam, Jumat (14/7/2017).

Sebelumnya berbagai pihak mengkritik langkah pemerintah ketika hendak membubarkan ormas yang dianggap anti-Pancasila, salah satunya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Pemerintah memilih menerbitkan perppu dengan mengubah aturan UU Ormas dibanding menempuh jalan pengadilan. Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan.

Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.

Pemerintah dinilai tidak memiliki alasan kegentingan untuk menerbitkan perppu. Langkah pemerintah itu juga dinilai sebagai ancaman bagi demokrasi.

Pemerintah dianggap mengambil jalan pintas dalam membubarkan ormas. Pemerintah tak mengikuti aturan pemberian sanksi yang diatur dalam UU No 17 tahun 2013.

Kompas TV Pemerintah kian membuktikan keseriusannya untuk menghalau organisasi masyarakat yang dinilai radikal dan anti pancasila.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com