Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Apa Salahnya Menyelamatkan Bangsa dari Ancaman Ideologi?

Kompas.com - 13/07/2017, 12:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menko Polhukam Wiranto mengomentari pendapat sejumlah kelompok masyarakat terkait unsur kegentingan menerbitkan Perppu No 2 Tahun 2017.

Perppu itu menggantikan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan.

Wiranto menegaskan bahwa pembentukan Perppu tersebut untuk menyelamatkan kehidupan berbangsa dari ancaman ideologi yang ingin mengganti Pancasila dan UUD 1945

"Perppu itu kan kepentingan nasional, untuk menyelematkan bangsa Indonesia dari ancaman, termasuk dari ancaman ideologi," ujar Wiranto saat ditemui usai menghadiri peringatan Hari Anti-Narkotika Internasional di TMII, Jakarta Timur, Kamis (13/7/2017).

"Dengan demikian, Perppu itu harus didukung semua pihak untuk menyelematkan bangsa, menyelamatkan generasi berikutnya, menyelematkan NKRI, Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan konsensus nasional. Apa salahnya sih menyelamatkan bangsa dari ancaman ideologi?" tambah Wiranto.

(baca: Jokowi Hormati Langkah HTI Gugat Perppu Ormas ke MK)

Wiranto menjelaskan, dengan adanya Perppu Ormas, bukan berarti pemerintah bisa sewenang-wenang dalam membubarkan ormas.

Kewenangan mencabut status badan hukum dan membubarkan sebuah ormas oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM, lanjut Wiranto, harus melalui pengkajian.

"Saat ini ada sekitar 344.000 ormas di Indonesia. Perppu itu kan payung hukum, dari situ nanti Kemenkumham dan Kemendagri meneliti ormas mana yang merupakan ancaman," kata Wiranto.

(baca: Alasan Yusril Ajukan Permohonan Pembatalan Perppu Ormas ke MK)

Sebelumnya, kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan unsur kegentingan sebagai dasar pembentukan Perppu.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 138/PUU-VII/2009 ada tiga prasyarat penerbitan Perppu, yaitu adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU, adanya kekosongan hukum karena UU yang dibutuhkan belum ada atau tidak memadai, dan kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan prosedur normal pembuatan UU.

"Berdasarkan putusan MK No. 138 tahun 2009 penerbitan Perppu harus berdasarkan tiga syarat, salah satunya kegentingan atau keadaan mendesak. Kegentingan memaksa apa yang ada di kepala Presiden terkait penerbitan Perppu itu?" ujar Yusril saat memberikan keterangan pers di kantor HTI, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2017).

(baca: Kontroversi Isi Perppu Ormas, Bukti Keberanian atau Jalan Pintas?)

Perppu ini menghapus pasal yang menyebut bahwa pembubaran ormas harus melalui pengadilan.

Pembubaran dengan cara pencabutan badan hukum bisa langsung dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri atau Menkumham.

Perppu ini dibuat setelah pemerintah sebelumnya mengumumkan upaya pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap anti-Pancasila.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com