JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana Abdul Chair berpendapat, sangkaan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) kepada CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo, cenderung dipaksakan.
Hal itu disampaikannya saat ditemui usai bersaksi sebagai ahli pada sidang gugatan praperadilan yang diajukan Hary Tanoe terhadap Bareskrim Polri, Rabu (12/7/2017), di PN Jakarta Selatan.
Abdul Chair dihadirkan oleh pihak Hary Tanoe.
"Kalau menurut saya secara pribadi, penetapan tersangka ini tidak sesuai penerapan hukum, cenderung dipaksakan," kata Abdul Chair.
Menurut dia, Pasal 29 UU ITE tersebut merupakan pasal yang tidak dapat berdiri sendiri.
"Jadi Pasal 29 itu tidak utuh, belum dapat menjadi suatu perbuatan pidana. Itu menurut pendapat saya bahwa penetapan tersangka ini adalah tidak layak karena Pasal 29 membutuhkan tindak pidana lain," ujar Abdul Chair.
Dia mencontohkan, orang yang dikenakan Pasal 27 ayat 1 UU ITE mengenai muatan yang melanggar kesusilaan, maka tidak bisa disangkakan dengan pasal itu saja.
Harus dikaitkan dengan pasal yang ada dalam Undang-Undang Pornografi.
"Contoh seseorang memaksa atau menakut-nakuti seorang wanita untuk melakukan perbuatan yang berkonten pornografi tentu harus dikaitkan dengan undang-undang pornografi," ujar Abdul.
Ketika tindak pidana lainnya tidak ada, maka tidak memenuhi unsur pidana.
"Ketika tindak pidana lain yang diatur dalam berbagai perundang-undangan tidak ada berarti tidak pula terpenuhi unsur-perbuatan pidana," ujar Abdul.
Ditanya lebih lanjut, apakah pesan singkat yang dikirimkan Hary kepada jaksa Yulianto merupakan ancaman, ia mengatakan, hal itu akan dibuktikan pada sidang pokok perkara.
"(SMS) Itu akan dibuktikan bukan dalam sidang praperadilan. Itu dibuktikannya pada pokok perkara. Sidang praperadilan ini dinilai apakah penetapan tersangka secara formil itu telah memenuhi ketentutan hukum pidana atau tidak," ujar Abdul.