Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terlambatnya Pemberitahuan SPDP pada Kasus Hary Tanoe Dinilai Pelanggaran

Kompas.com - 12/07/2017, 20:07 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terlambatnya pemberian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap seorang terlapor dinilai sebagai bentuk pelanggaran.

Penilaian itu disampaikan ahli hukum pidana Abdul Chair saat dihadirkan sebagai ahli pada sidang praperadilan gugatan penetapan tersangka Hary Tanoesoedibjo oleh Bareskrim Polri, Rabu (12/7/2017), di PN Jakarta Selatan.

Sprindik kasus yang menjerat Hary Tanoe disebut tertanggal 15 Mei 2017, tetapi SPDP baru disampaikan kepadanya pada 20 Juni 2017.

Abdul Chair mengatakan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130 Tahun 2015, SPDP wajib diberitahukan kepada pihak seperti jaksa penuntut umum, pelapor, dan terlapor, paling lambat 7 hari setelah adanya sprindik.

"Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh melampaui batas waktu selama 7 hari," kata Abdul Chair.

Baca: Hakim Pertanyakan Objektivitas Karyawan MNC yang Jadi Saksi Praperadilan Hary Tanoe

Jika lebih dari 7 hari, menurut dia, selain melanggar putusan MK, juga melanggar Pasal 109 KUHAP.

Abdul Chair mengatakan, pemberitahuan SPDP merupakan hak konstitusional terlapor.

Hakim tunggal yang memimpin sidang praperadilan, Cepi Iskandar menanyakan, apakah penyidikan oleh polisi akan gugur jika JPU dan pelapor sudah mendapatkan SPDP, sementara terlapor belum mengetahuinya .

"Pendapat ahli, menurut MK bahwa MK menyebutkan secara semuanya pihak tersebut wajib diberitahukan dan disampaikan (SPDP). Tidak ada pengecualian. Sifatnya semuanya," jawab Abdul Chair.

Mengenai kelanjutan penyidikan, menurut dia, untuk menguji sah atau tidaknya penyidikan, ada lembaga yang berhak menilai.

Baca juga: Kubu Hary Tanoe Bawa Bukti di Sidang Praperadilan

"Dalam hal ini membatalkan tindakan penyidik, dalam hal ini penyidikan dianggap tidak sah karena SPDP itu telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan oleh MK," ujar Abdul Chair.

Sarana untuk membatalkan penyidikan itu, menurut dia, yakni lembaga peradilan melalui gugatan praperadilan.

"Di situ praperadilan yang akan memutus apakah keterlambatan SPDP kepada terlapor ini  dapat dimaknai sebagai pelanggaran konstitusional MK yang berakibat SPDP itu dapat dibatalkan dan oleh karena itu dianggap tidak sah," ujar Abdul Chair.

Hary merupakan tersangka dalam kasus dugaan mengancam Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto melalui media elektronik.

Ia dikenakan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) mengenai ancaman melalui media elektronik.

Hary sudah diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim.

Dalam kasus ini, Yulianto tiga kali menerima pesan singkat dari Hary Tanoe pada 5, 7, dan 9 Januari 2016. Isinya yaitu, "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan."

Namun, Hary membantah mengancam Yulianto.

Polri juga membantah ada muatan politis dalam kasus ini.

Kompas TV Hary Tanoe Ajukan Gugatan Praperadilan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com