JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqulhadi menilai bahwa hak asasi manusia seseorang sedianya tidak dihilangkan meskipun orang itu telah melakukan kejahatan.
Menurut Taufiq, hal itu juga berlaku bagi para terpidana kasus korupsi, meskipun mereka kerap dianggap sebagai musuh masyarakat.
Hal itu juga menjadi salah satu alasan bagi Pansus Hak Angket KPK untuk mengunjungi narapidana kasus korupsi pada Kamis (6/7/2017) lalu.
(Baca juga Ini Sejumlah Cerita Napi Koruptor kepada Pansus Angket KPK)
"Dalam konteks pemberantasan korupsi, koruptor memang harus dibenci, tetapi jangan seperti Amerika yang perlakukan (napi) terorisme di (penjara) Guantanamo. Kita benci, tapi tidak manusiawi itu tidak boleh," kata Taufiq dalam diskusi bertajuk "Nasib KPK di Tangan Pansus" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/7/2017).
Anggota Komisi III DPR RI itu mengatakan, pertemuan Pansus Hak Angket KPK dengan para napi kasus korupsi untuk menggali keterangan berbagai hal terkait KPK.
Keterangan tersebut menjadi bahan evaluasi yang nantinya akan disampaikan dalam sidang angket.
"Kami tanyakan semua di sana, bagaimana ketika mereka disidik KPK. Itu prinsip hukum yang dijaga KPK atau tidak," kata anggota Fraksi Nasdem tersebut.
Sebelumnya, Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, dari kacamata para napi kasus korupsi di Lapas Sukamiskin, mereka menilai KPK terindikasi melakukan pelanggaran.
"Mereka mengatakan, ada sejumlah hal yang menyatakan bahwa terjadi kesewenang-wenangan, ancaman, intimidasi, pelanggaran-pelanggaran hak asasi, bahwa juga terjadi pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya privat, keluarga dan sebagainya," kata Agun.
Agun mengatakan, para napi tersebut siap dikonfrontasi soal indikasi pelanggaran KPK jika pansus mengundang mereka dalam penyelidikan hak angket.