JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Institut Pertanian Bogor Asep Saefudin mempertanyakan langkah panitia khusus (pansus) hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebab, pansus sampai mewawancarai koruptor.
"Itu salah banget. Secara metodologi, meminta pendapat dari orang terpidana itu bias. Sebenarnya tidak perlu dilakukan," kata Asep di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Asep mewakili 396 guru besar yang tergabung dalam Guru Besar Antikorupsi, datang ke Istana untuk beraudiensi dengan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.
(baca: Ketua KPK Bingung Pansus Angket Sampai Temui Koruptor)
Mereka meminta agar Presiden Joko Widodo bersikap keras soal hak angket KPK ini.
Asep mengatakan, sikap pansus angket KPK yang meminta pendapat napi koruptor sama saja tidak menghargai proses pengadilan.
Sebab, para napi tersebut sudah divonis bersalah oleh majelis hakim.
"Berarti suatu lembaga negara yang tidak menghormati suatu konsep peradilan yang sudah berjalan. Itu akan menjadi tendensi yang tidak baik," ucap Asep.
Daripada meminta pendapat napi, Asep menyarankan agar pansus meminta pendapat dari para aktivis dan pakar.
(baca: Wawancarai Koruptor, Pansus Dinilai Bermufakat Jahat terhadap KPK)
Ia memastikan para guru besar berbagai universitas yang tergabung dalam Guru Besar Antikorupsi siap untuk memberikan masukannya.
"DPR itu wakil rakyat, bukan wakil koruptor. Semestinya dia kawan bagi lembaga-lembaga yang jelas-jelas akan menyetop perilaku korup," ucapnya.
Pada Kamis (6/7/2017) siang ini, Pansus mengunjungi lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) untuk menemui para koruptor yang ditahan.
(baca: Tokoh Lintas Agama Dukung KPK Hadapi Pansus Angket DPR)