Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Soekarno Ingin Pindahkan Ibu Kota ke Palangkaraya?

Kompas.com - 05/07/2017, 18:21 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

KOMPAS.com – Setiap kali wacana pemindahan ibu kota mengemuka, argumentasi yang selalu muncul salah satunya adalah rencana serupa konon pernah diniatkan Presiden Soekarno pada 1957. Benarkah begitu?

"Salah kalau dibilang Soekarno mau memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Palangkaraya," ujar sejarawan JJ Rizal saat dihubungi lewat telepon, Rabu (5/7/2017).

Benar, kata Rizal, Soekarno pernah menyambangi lokasi yang sekarang disebut Palangkaraya di Kalimantan Tengah itu. Namun, untuk menjadikannya lokasi baru ibu kota, menurut dia tidak tepat juga.

"Yang diinginkan Soekarno adalah membagi beban Jakarta, menampilkan wajah-wajah muka yang baru Indonesia tak hanya di Jakarta," ujar Rizal.

Palangkaraya, sebut Rizal, merupakan salah satu contoh wajah muka—sebutan Soekarno untuk Jakarta—yang baru itu. Kalaupun benar pernah ada keinginan memindahkan ibu kota, lanjut dia, pada akhirnya Soekarno berketetapan hati menjadikan Jakarta sebagai Ibu Kota.

"Karena buat Soekarno tak ada kota lain yang punya identitas seperti Jakarta yang menjadi wadah tumbuhnya nasionalisme di Indonesia. Puncak nasionalisme di Indonesia itu di Jakarta. Inilah ibu kota politik, tak tergantikan. Ini orientasi Soekarno," ujar Rizal.

Pemandangan halaman Masjid Istiqlal di Jakarta, Selasa (18/4/2017)Kompas.com/Robertus Belarminus Pemandangan halaman Masjid Istiqlal di Jakarta, Selasa (18/4/2017)

Buktinya, sebut Rizal, Jakarta bersolek dengan kemunculan bangunan-bangunan simbolik seperti Monumen Nasional (Monas), kompleks Senayan dan Gelora Bung Karno, serta masjid Istiqlal yang diperintahkan Soekarno. Kantor-kantor pemerintahan juga merebak.

Menurut Rizal, konsep yang dikembangkan Soekarno di Jakarta adalah tidak menghilangkan sama sekali jejak lama Batavia demi sejarah panjang keberadaan Jakarta. Namun, konstruksinya menggunakan konsep modern.

"(Konstruksi) seperti New York atau Brasilia, begitu dia dulu sering menyebutnya," kata Rizal.

Tak cukup itu, lanjut Rizal, Soekarno pun menanamkan nilai baru untuk Ibu Kota Indonesia ini. Meski tidak mentah-mentah meniru bangunan atau simbol kerajaan dan kewilayahan Indonesia pada masa lalu, Soekarno memasukkan ruh inspirasi keindonesiaan dalam konsep tersebut.

"Itu yang Soekarno ingin. Ada ibu kota baru, yang tidak sama persis seperti Batavia tanpa menghancurkannya juga, tapi juga menghadirkan keindonesiaan. Wajah muka Indonesia, wajah muka politik," ujar Rizal.

Sebagai contoh, Rizal menyebutkan kompleks Senayan. "Itu aslinya terinspirasi konsep Betawi. Halaman luas dengan bangunan kecil di dalamnya, lebih banyak ruang hijau dan ruang biru," tutur dia.

Rentetan itu semua, lanjut Rizal, adalah keluarnya peraturan presiden mengenai megapolitan pada yang dimunculkan rezim Soekarno pada era 1960-an.

Konsep tersebut, tutur Rizal, sudah lebih dulu ada sejak awal era 1900-an, berdasarkan kajian para penutur bahasa, terkait desentralisasi dan penataan ruang Indonesia.

Sayangnya, kata Rizal, Soekarno efektif memerintah hanya pada kurun 1959-1965, sehingga ide ini belum sempat terwujud.

"Jadi, Ali Sadikin mengantarkan konsep itu ke Sutiyoso, lalu Sutiyoso mengantarkan konsep megapolitan itu ke SBY. Idenya diterima SBY tapi disimplifikasi jadi pemindahan ibu kota. Soal kenapa tak pakai nama megapolitan, mungkin ada sejarah lain," ujar Rizal.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com