JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengusulkan agar Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil terlebih dahulu para pakar hukum sebelum melakukan langkah lainnya dalam rangka penyelidikan.
Hal itu dilontarkannya menanggapi sejumlah rencana kerja Pansus Angket, mulai dari kunjungan ke Badan Pemeriksa Keuangan hingga ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dan Pondok Bambu.
"Pansus ini kan diragukan (publik), harusnya sih menurut saya mereka memanggil dulu pakar-pakar hukum tata negara untuk menyampaikan pendapat bahwa pPansus memang ada undang-undangnya," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Ia mengatakan, pembentukan Pansus Angket KPK menimbulkan pro dan kontra. Pandangan para pakar hukum dinilainya dapat memberikan penjelasan kepada publik.
"Ini kan ada pro dan kontra di publik. Sekarang Pansus tugasnya yakinkan ke publik bahwa mereka tujuannya betul-betul ingin memperkuat KPK," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Baca: Pansus Angket Akan Temui Terpidana Kasus Korupsi, Ini Tanggapan KPK
Pada Selasa siang ini, Pansus Angket KPK melakukan kunjungan ke BPK.
Anggota Pansus Angket KPK Mukhamad Misbakhun menyampaikan, rencana rapat konsultasi dengan BPK untuk menanyakan audit BPK terhadap laporan keuangan KPK.
"Kami minta audit-audit yang sudah dilakukan BPK itu apa saja hasilnya, dan agar diserahkan kepada kami," kata politisi Golkar itu, Senin (3/7/2017).
Pansus Angket KPK tetap berjalan meski dikritik berbagai pihak.
Pansus ini muncul pasca-penyidikan kasus korupsi e-KTP oleh KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR.
Setelah itu, Pansus juga berencana mengunjungi Lapas. Pada Kamis (6/7/2017) mendatang, Pansus akan memberangkatkan dua rombongan.
Baca: Pertemuan Pansus Angket KPK dan BPK Berlangsung Tertutup
Ketua Pansus Angket, Agun Gunandjar Sudarsa, akan memimpin rombongan ke Sukamiskin sedangkan Wakil Ketua Pansus, Risa Mariska, akan memimpin rombongan ke Pondok Bambu.
Risa Mariska mengatakan, Pansus akan menanyai beberapa terpidana korupsi terkait proses penyidikan yang mereka lalui di KPK.
"Apakah ada penyimpangan atu hal-hal yang melanggar HAM-lah. Karena kami sering dengar sebenarnya tapi kan kami enggak bisa bilang itu menjadi fakta kami. Kami harus cari faktanya," ujar Risa.