Tak bermaksud mengajari, tiada maksud menggurui, di mata penulis, salah satu fenomena komunikasi massa di Tanah Air yang menarik diulas dari sisi keilmuan komunikasi adalah Divisi Humas Polri.
Sebab, selain terus tercakup dalam radar media massa arus utama (mainstream) maupun media sosial setahun terakhir, posisinya pun terus berada dalam pendulum panas antara yang cinta berlebih (lovers) dan benci berlebih (haters) imbas berbagai suhu politik negeri ini.
Termutakhir, tentu saja polemik dari penyelenggaraan Police Movie Festival 2017, khususnya dari video juara "Aku adalah Kau yang Lain". Suasana Idul Fitri yang penuh bahagia kemudian menjadi gaduh dibuatnya.
Penulis tertarik menelaah respons komunikasi massa pada video tersebut dengan menggunakan tiga peranti lunak independen pihak ketiga spesialis pencatat trafik yang bisa diakses siapa pun tanpa perlu berlangganan.
Karenanya, obyektivitas dan verifikasi bisa dilakukan siapa pun warganet. Ketiganya adalah Sociograph.io, Likealyzer.com, serta Socialbaker.com.
Ada lima hasil dari analisis pada video tersebut. Pertama, hasil analisis peranti lunak independen kepada fans page Divisi Humas Polri menunjukkan respons komunikan tidak optimal, baik dari sisi kuantitas (reactions, share & comment) maupun kualitas (rating) pada unggahan terkait film tersebut.
Respons tertuju baik ke postingan yang sudah dihapus per 25 Juni 2017 pukul 18:25 maupun yang masih eksis di fans page per 21 Juni 2017 pukul 14:00.
Kedua, respons optimal dari sisi kuantitas dan kualitas sepanjang Juni 2017 sebetulnya masih mengarah kepada unggahan berbentuk video (bukan teks, foto, dan atau infografis). Bukan karya Anto Galon, tapi justru video buatan Divisi Humas Polri sendiri berjudul "Karena Polisi Bukan Sekedar Profesi" per 21 Juni 2017 pukul 17:00.
Rating pada karya produksi Humas Polri ini bahkan mencapai 5.415, sementara unggahan terkait pengumuman video Anto Galon hanyalah 637 dan film juara kedua hanya 222 (lihat foto di bawah).