JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dijalankan DPR sulit dihentikan.
Sebab, kata Perempuan yang akrab disapa mbak Wiwi itu, sebagian besar politisi di gedung parlemen itu satu suara.
"Tampaknya hak angket susah di-cancel. Suara kali ini terlihat solid, ada perasaan kolektif yang sama yang ditunjukkan DPR dalam merespons tindakan-tindakan KPK selama ini dan juga dalam menggunakan hak inisiatifnya (hak angket)," ujar Wiwi saat dihubungi, Jumat (23/6/2017).
(baca: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)
Terlebih, lanjut dia, penggunaan hak angket merupakan hak inisiatif yang dapat melekat dan dapat digunakan DPR.
"Hak inisiatif tersebut sah dan tak melanggar undang-undang dan peraturan menyebabkan DPR keukeuh dengan hak angketnya tersebut," kata Wiwi.
Menurut Wiwi, yang perlu menjadi perhatian saat ini adalah agenda yang dibuat Panitia Khusus (Pansus) hak angket KPK.
"Jadi sebenarnya yang perlu diantisipasi adalah dampak-dampak negatif dan menjauhkan proses hak angket dari makna hakikinya," kata Wiwi.
"Dengan fungsi dan tanggung jawab yang melekat pada DPR, diharapkan hak angket bisa mencerahkan dan mengedukasi serta bisa memberikan kejelasan. Bukan sebaliknya, malah mengaburkan proses pemberantasan korupsi," tambah dia.
(baca: Pansus Angket Makin Garang, DPR Harus Siap Kehilangan Kepercayaan Publik)
Anggota Pansus hak angket KPK Arsul Sani sebelumnya mengatakan, ada empat agenda utama Pansus, yakni terkait kelembagaan KPK, pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan anggaran, dan terkait pelaksanaan kewenangan penegakan hukum.
Usai Lebaran, Pansus menjadwalkan memulai pendalaman dari sisi pengelolaan anggaran.
Salah satu yang didalami adalah soal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berdasarkan laporan hasil pemeriksaan 2015 lalu.
Sementara itu, di sisi lain, Pansus hak angket KPK juga meminta mantan anggota DPR Miryam S Haryani hadir di DPR untuk memberikan keterangan atas pernyataan bahwa dirinya mengaku ditekan oleh lima anggota Komisi III DPR saat diperiksa KPK terkait kasus e-KTP.
Padahal, saat ini Miryam tengah menjalani proses hukum.