JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah yang dilakukan Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menuai kritik.
Pengamat Politik Lely Arriane mengatakan, DPR seharusnya membaca aspirasi publik yang mayoritas tak sepakat dengan keberadaan Pansus Angket.
Menurut dia, aspirasi publik telah tergambar melalui survei dan beragam komentar yang menentang langkah politik DPR.
"Menurut saya mereka mereka yang duduk di sana itu harus punya pikiran visioner, menjangkau jauh ke depan, juga bisa membayangkan seandainya kami begini, maka rakyat akan begini. Itu yang menurut saya jauh lebih penting," kata Lely, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/6/2017).
Lely mengatakan, publik justru berharap DPR mendukung KPK karena ada ketidakpercayaan tidak percaya bahwa angket itu untuk memperkuat KPK.
Baca: Pansus Angket Akan Undang Ahli Hukum, BPK, hingga Kepolisian
Salah satu yang menimbulkan ketidakpercayaan publik adalah alasan yang melatari pembentukan angket yaitu merespons pernyataan Miryam terkait kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Dalam kasus ini, sejumlah anggota DPR disebut turut menerima aliran dana proyek tersebut.
"Lalu ini didukung oleh beberapa oknum tertentu di Pimpinan DPR yang selama ini begitu gerah dengan KPK, berbagai cara dilakukan untuk mengeliminasi kehadiran KPK," ujar Lely.
Dosen Komunikasi Politik Universitas Bengkulu yang juga Ketua Program Pasca Sarjana Komunikasi Universitas Jaya Baya ini, mengatakan, DPR seharusnya memancing simpati dan empati publik atas kinerja mereka.
Publik akan merasa aspirasi mereka tidak akan terwakilkan oleh para wakil rakyat di Senayan.
"Kalau begini caranya mereka menggugurkan kepercayaan publik tentang kualitas keterwakilan mereka, sehingga ke depan mereka akan kehilangan kepercayaan publik," ujar Lely.
Baca: Ini Empat Agenda Utama Pansus Hak Angket KPK
Kritik dari para pakar
Selain publik, menurut Lely, sejumlah pakar juga telah mengkritik pembentukan Pansus Angket KPK yang dinilai tak tepat dan salah sasaran.