Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Pembekuan Anggaran Penegak Hukum Sangat Diinginkan Koruptor

Kompas.com - 21/06/2017, 05:28 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan anggota DPR yang mengancam akan membekukan anggaran KPK dan Polri.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, membekukan anggaran penegak hukum sama saja menyenangkan para koruptor.

"Jika anggaran KPK dibekukan sehingga tidak dapat bekerja maksimal, maka tentu pihak yang paling diuntungkan adalah para koruptor," ujar Febri melalui keterangan tertulis, Rabu (21/6/2017).

(Baca: KPK: Tak Ada Hubungannya Anggaran dengan Proses Mendatangkan Miryam)

Febri mengatakan, jika anggaran ditahan, sudah pasti KPK tidak akan bisa lagi melakukan operasi tangkap tangan.

Hal itu juga pasti berdampak pada penanganan kasus besar seperti korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atau kasus-kasus besar lain.

Menurut Febri, risiko serupa juga bisa terjadi pada Polri. Apalagi, menurut Febri, Polri punya tugas yang lebih berat dan lebih luas. Tidak hanya soal korupsi, tetapi juga tugas untuk menjaga keamanan, atau pun menjalankan penegakan hukum.

"Jadi, memang tidak mungkin ada yang senang dengan pembekuan anggaran lembaga penegak hukum, kecuali pihak yang ingin kejahatan tidak dibasmi dan penegak hukum tidak bisa bekerja," kata Febri.

Sebelumnya, anggota Pansus Hak Angket DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengusulkan agar pembahasan anggaran RAPBN 2018 Kepolisian dan KPK tidak perlu dilakukan, jika anggota Komisi II DPR periode 2009-2014, Miryam S Haryani, tidak dihadirkan ke Pansus Angket KPK.

(Baca: Misbakhun Minta Anggaran Polri dan KPK Ditahan)

Implikasi dari tidak dibahasnya anggaran RAPBN 2018, kata dia, adalah anggaran terhadap dua institusi tersebut di 2018 tertahan.

Pansus Hak Angket sebelumnya meminta agar KPK menghadirkan Miryam di Gedung DPR. Namun, KPK menolak dan beralasan bahwa menurut sejumlah ahli hukum tata negara menilai pembentukan Pansus itu cacat hukum.

Selain itu, KPK khawatir kehadiran Miryam yang saat ini berstatus tahanan KPK, akan mengganggu proses hukum yang sedang ditangani. Apalagi, perkara Miryam tak lama lagi akan naik ke tahap penuntutan.

Sementara itu, Polri yang diminta bantuan oleh Pansus Hak Angket untuk memaksa menghadiran Miryam, memilih menolak memberikan bantuan.

(Baca: Misbakhun Tak Masalah Ada Kegaduhan jika Anggaran Polri-KPK Ditahan)

Menurut Febri, KPK sangat berkepentingan untuk mematuhi aturan yang berlaku dan memisahkan antara proses hukum yang sedang berjalan dengan proses politik.

"Kami harap, segala tindakan yang  diambil bisa dilakukan dengan pertimbangan akal sehat dan ketenangan jiwa dalam bernegara. Aturan-aturan hukum tentu harus dihormati," kata Febri.

Kompas TV Pansus angket KPK langsung menggelar pembahasan kerja, setelah kemarin (7/6) resmi terbentuk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com