Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Pleidoi, Terdakwa Sebut Nama Pelaku Utama Kasus Suap di Bakamla

Kompas.com - 19/06/2017, 16:29 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi, menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6/2017).

Dalam pleidoinya, Eko mengungkapkan pelaku utama dalam perkara korupsi yang terjadi di internal Bakamla.

"Jika menggunakan parameter orang yang berperan sebagai inisiator atau aktor intelektual dari fakta persidangan, sangat jelas peranan Ali Fahmi Habsyi sebagai aktor intelektual dalam pengadaan satelit monitoring," ujar Eko saat membacakan pleidoi.

Menurut Eko, berdasarkan keterangan para saksi dalam persidangan dan berita acara pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa pelaku utama dalam kasus suap adalah staf khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi Habsyi.

(Baca: Pejabat Bakamla Eko Susilo Hadi Dituntut 5 Tahun Penjara)

Menurut Eko, sejak awal Ali Fahmi telah mempertemukan Bakamla dengan Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Darmawansyah. Ali Fahmi mengajak Fahmi Darmawansyah mengikuti pengadaan monitoring satelit.

Selain itu, menurut Eko, berdasarkan keterangan para saksi, Ali Fahmi yang merupakan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menerima uang dari Fahmi Darmawansyah dalam jumlah yang cukup besar. 

Meski demikian, Eko menyayangkan jaksa KPK belum mampu menghadirkan Ali Fahmi ke persidangan. Menurut Eko, ketidakhadiran Ali Fahmi merupakan merugikan bagi pembelaan dirinya di persidangan.

Dalam persidangan, Eko juga menyampaikan harapannya agar permohonan sebagai justice collaborator, atau saksi pelaku, dikabulkan oleh hakim.

"Saya sebagai terdakwa tentu memohon keadilan agar permohonan JC dapat dikabulkan. Apalagi saya bersikap kooperatif dan memberikan keterangan yang mengungkap orang yang paling berperan," kata Eko.

Eko yang merupakan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama dituntut hukuman 5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eko juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut jaksa, Eko terbukti menerima suap dari pengusaha. Suap tersebut terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla.

Eko disebut menerima 10.000 dollar AS, 10.000 Euro, 100.000 dollar Singapura, dan 78.500 dollar AS. Eko juga sebagai Sekretaris Utama Bakamla dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016.

Menurut jaksa, pemberian uang  dilakukan untuk memenangkan PT Melati Technofo Indonesia yang dimiliki Fahmi Darmawansyah dalam pengadaan monitoring satelit. Anggaran proyek tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara perubahan (APBN-P) Tahun 2016.

(Baca: Terdakwa Akui Minta dan Terima Uang atas Perintah Kepala Bakamla)

Selain Eko, ada tiga pejabat Bakamla lainnya yang menerima uang terkait pengadaan monitoring satelit. Ketiganya adalah Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla sebesar 105.000 dollar Singapura. Ia juga merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

Selanjutnya, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan sebesar 104.500 dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sestama Bakamla sebesar Rp 120 juta.

Kompas TV Ini Lika-liku Kasus Suap Proyek Satelit Bakamla
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com