JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo disarankan lebih aktif menjalin komunikasi dengan para kepala daerah.
Hal ini disampaikan pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut kewenangan Mendagri Membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Dengan berkomunikasi, kata Asep, Mendagri tidak harus mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) jika ingin mengubah atau membatalkan perda.
(Baca: Gubernur Sulut: Mendagri Tak Perlu Turun Tangan Tangani Perda Bermasalah)
"Jadi, sekarang Mendagri bisa lebih aktif melakukan upaya, meminta kepada kepala daerah untuk mengubah perda-perda yang dianggap bertentangan dengan perundang-undangan atau peraturan undang-undang yang lebih tinggi," ujar Asep saat dihubungi, Sabtu (17/6/2017).
"Teknisnya, Komunikasi bisa kordinasi dengan daerah (memberitahukan) bahwa dengan penilian Mendagri, (ada) perda-perda ini bermasalah sehingga meminta kepala daerah mengubah atau mencabutnya," tambah dia.
Cara ini, menurut Asep, merupakan celah hukum dan langkah baik yang bisa dimanfaatkan Mendagri agar perda yang telah berlaku bisa disesuaikan dengan program pemerintah pusat.
"Terserah langkah berikutnya (kepala daerah) mau mengubah atau mencabut. Usul perubahan tidak sampai membatalkan ini merupakan jalan hukum yang tersedia sekarang dan tidak perlu regulasi baru," kata Asep.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi mengatakan, mau tidak mau MA harus siap jika nantinya Kemendagri mengajukan uji materi terhadap perda-perda yang dinilai bermasalah.
Hal ini merupakan dampak dari keputusan MK tersebut.
"Siap atau tidak itu kan risikonya," kata Suhadi.
Putusan MK Nomor 56/PUU-XIV/2016 yang diterbitkan pada Rabu 15 Juni 2017 mencabut kewenangan Mendagri membatalkan perda provinsi.
(Baca: Putusan MK Disebut Persulit Kemendagri Tertibkan Perda)
MK dalam pertimbangannya mengacu pada Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 yang diterbitkan pada 5 April 2017 lalu.
Dalam putusan Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 itu disebutkan bahwa pencabutan Perda Kabupaten/Kota oleh gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam putusan itu juga MK menyatakan, demi kepastian hukum dan sesuai dengan UUD 1945 menurut Mahkamah, pengujian atau pembatalan Perda menjadi ranah kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.