Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Hak Angket, Pimpinan KPK Sepakat dengan Kajian Pakar

Kompas.com - 16/06/2017, 13:39 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, KPK punya pemikiran yang sama dengan kajian tentang hak angket yang dilakukan sejumlah pakar kemarin.

KPK sebelumnya telah mendengar pendapat dari sejumlah ahli termasuk kajian dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, tentang hak angket.

Laode mengatakan, para pimpinan KPK sudah membahas hasil kajian para pakar tersebut.

"Sudah. Hasilnya bahwa semua yang ditemukan oleh para pakar itu adalah sesuai dengan pemikiran kami di KPK," kata Syarif di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/6/2017).

(Baca: Angket KPK, Polemik soal Cacat Hukum dan Celah Menggugat Hasil Pansus)

Saat ditegaskan kembali apakah para pimpinan KPK punya suara yang bulat mengenai kajian para pakar, Syarif membenarkannya.

"Iya, kami setuju," ujar Syarif.

Namun, menurut dia, KPK akan mengeluarkan sikap resmi terkait angket tersebut kalau sudah ada surat dari DPR RI. Sampai saat ini pihaknya belum menerima surat dari DPR. Syarif tidak menjelaskan surat seperti apa dari DPR yang dia maksud.

"Untuk menentukan sikap. Sikap resmi itu harus menjawab persuratan enggak bisa dinyatakan secara lisan seperti itu," ujar dia.

Cacat hukum

Sebelumnya, Ketua Umum APHTN-HAN Mahfud MD mengatakan, berdasarkan kajian para pakar, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.

"Terkait rencana Hak Angket di DPR maka kami menilai bahwa pembentukan Pansus Hak Angket itu cacat hukum," kata Mahfud dalam jumpa pers bersama pimpinan KPK, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket.

Mahfud menjelaskan, ada tiga hal dasar Pansus dinilai cacat hukum. Pertama, karena subyek hak angket, yakni KPK dinilai keliru.

(Baca: KPK Bahas Permintaan Pansus Angket Hadirkan Miryam di DPR)

Kedua, obyek hak angket, yakni penanganan perkara KPK. Obyek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.

"Ini pentingnya apa? Urusan pengakuan Miryam Haryani yang mengaku ditekan itu kan hal biasa, tidak ada hal yang gawat di situ. Dan itu kan sudah dibuktikan dalam sidang praperadilan sudah benar (KPK)," ujar Mahfud.

Ketiga, prosedurnya dinilai salah. Prosedur pembuatan pansus itu, lanjut Mahfud, diduga kuat melanggar undang-undang karena prosedur pembentukan terkesan dipaksakan.

Seharusnya, kata dia, rapat paripurna dilakukan voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.

Kompas TV Jokowi: KPK Tidak Boleh Dilemahkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com