JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menggeledah ruangan Direktur Utama PT Garam Achmad Boediono di kantor PT Garam yang beralamat di Jalan Arief Rachman Hakim Nomor 93, Surabaya, Kamis (16/7/2017).
Penyidik juga menggeledah ruangan Direktur Operasional. Sebanyak enam penyidik menggeledah kantor tersebut selama tujuh jam.
"Penyidik mengamankan dokumen dokumen terkait dengan importasi dan distribusi garam yang dilakukan oleh PT Garam," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Agung Setya, Jumat (16/7/2017).
Selain itu penyidik juga membawa laptop dan komputer yang diduga terkait dengan tindak pidana tersebut.
Dalam kasus ini, penyidik telah menahan Achmad setelah dijadikan tersangka. Ia ditahan di rutan Bareskrim Polri yang sementara bertempat di rutan Polda Metro Jaya.
Pada 2017, PT Garam menerima penugasan untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional dengan cara melakukan importasi Garam Konsumsi. Namun, faktanya PT Garam mengajukan importasi garam dengan kadar NaCL diatas 97 persen.
Atas dasar tersebut Kementerian Perdagangan memberikan Surat Persetujuan Impor kepada PT Garam untuk melakukan impor garam Industri sebanyak 75.000 ton.
Garam industri yang diimpor tersebut kemudian dijual kepada 45 perusahaan sebagai garam konsumsi.
Hal tersebut melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 tahun 2015 yang mengatakan bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain.
Selain itu, PT Garam juga tidak melaksanakan tugasnya untuk importasi garam konsumsi sebagaimana ditugaskan oleh Menteri BUMN.
"Polri akan terus konsisten dalam melakukan penegakkan hukum terhadap pihak-pihak yang menghambat program presiden Joko Widodo terkait dengan swasembada pangan termasuk swasembada garam," kata Agung.
(Baca juga: Ini Kronologi Penyelewengan Pengadaan Garam Impor oleh Dirut PT Garam)
Atas perbuatannya, Achmad dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 62 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Ia juga disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.