Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Aspirasi Masyarakat, untuk Siapa Hak Angket KPK?

Kompas.com - 16/06/2017, 06:06 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa hak angket yang digulirkan DPR RI bukan merupakan hasil aspirasi rakyat.

Lantas, hak angket oleh wakil rakyat di Senayan itu justru mewakili siapa?

Pada survei yang dilakukan periode 14 Mei sampai 20 Mei 2017 dengan 1.350 responden tersebut, 65 persen responden menilai langkah DPR mengunakan hak angket terhadap KPK tidak dapat dibenarkan.

Hanya 29,5 persen responden yang menyatakan langkah DPR menggunakan hak angket bisa dibenarkan, sementara 5,6 persen responden yang tidak tahu atau tidak menjawab.

Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas menyatakan, temuan ini menunjukkan publik menolak DPR menggunakan hak angket terhadap KPK. Padahal, lanjut Abbas, DPR dalam pengawasan terhadap pelaksana negara, termasuk KPK, harus menyalurkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.

"DPR ternyata tidak mewakili aspirasi atau kepentingan rakyat. Rakyat umumnya (pada hasil survei) tidak membenarkan penggunaan hak angket untuk KPK. Lalu, DPR mewakili siapa?" kata Abbas, dalam pemaparan hasil survei bertema "Hak Angket DPR untuk KPK, Sebuah Penilaian Publik Nasional" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2017).

Responden yang tidak membenarkan langkah DPR mengajukan hak angket, ketika ditanya lebih jauh, mayoritas mengungkapkan bahwa langkah DPR tersebut karena ingin melindungi sesama anggota dari proses hukum di KPK. Sebanyak 51,6 persen menyatakan hal tersebut.

Sementara yang menilai hal itu bukan karena DPR ingin melindungi sesama anggota hanya 4,6 persen. Adapun yang tidak tahu dan tidak menjawab sebanyak 43,8 persen.

Sementara yang membenarkan langkah DPR menggunakan hak angket, ketika ditanya lebih jauh, mayoritas atau sebanyak 82 persen responden menganggap DPR ingin memastikan bahwa KPK telah melakukan proses hukum dengan benar.

Adapun yang menjawab tidak hanya 4,2 persen, sementara yang tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 13,7 persen.

(Baca: Survei SMRC: 65 Persen Publik Tolak DPR Gunakan Hak Angket untuk KPK)

Terlibat korupsi e-KTP

Sementara itu, mayoritas responden atau sebanyak 53,8 persen menyatakan yakin anggota DPR dan pejabat pemerintah terlibat kasus korupsi e-KTP. Hanya 9,1 persen saja yang tidak yakin. Sementara 37,1 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab.

"Temuan ini menunjukkan mayoritas publik yakin anggota DPR dan pejabat terlibat dalam kasus e-KTP," ujar Abbas.

Abbas mengatakan, tingkat pengetahuan publik tentang sidang kasus e-KTP lewat pemberitaan pun tinggi. Sebanyak 62,8 persen responden menjawab tahu, sisanya 37,2 persen tidak tahu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com