JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) kembali menunda pengambilan keputusan terhadap lima isu krusial.
Adapun lima isu krusial tersebut terkait ambang batas pencalonan Presiden, ambang batas parlemen, metode konversi suara ke kursi, alokasi kursi ke dapil, dan sistem pemilu.
Sempat tertunda beberapa kali, pansus pun belum juga menentukan kapan akan mengambil keputusan terhadap lima isu tersebut.
Jalur lobi pun semakin diintensifkan.
Rapat pansus yang berlangsung Rabu (14/6/2017) siang dan berakhir Rabu petang pun diskors untuk dilanjutkan Pukul 22.00 WIB.
"Kita skors rapat kita lanjutkan lobi jam 10 kita ketemu lagi," ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy sebelum menutup rapat.
(Baca: Pemerintah Tak Hadir, Pansus RUU Pemilu Batal Putuskan 5 Isu Krusial)
Ada beberapa hal yang menurut Lukman perlu disiapkan. Pertama, soal tawaran paket lima isu krusial dari hasil musyawarah dan kedua, mekanisme pengambilan keputusan.
"Untuk menyelesaikan semua tugas-tugas yang cukup melelahkan ini," tuturnya.
Meski pengambilan keputusan lima isu krusial kerap ditunda, namun Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku memahami sikap tersebut.
Menurutnya, keberlangsungan partai politik bergantung pada lima isu tersebut.
"Pemerintah sadar untuk mengundangkan lima rumusan ini akan sangat sulit. Ini menyangkut hidup dan matinya parpol di Pileg dan Pilpres 2019. Saya yakin bapak ibu juga memegang garis partai," tutur Tjahjo.
(Baca: Meski Pembahasan Alot, Ketua DPR Harap RUU Pemilu Segera Selesai)
Tjahjo mengapresiasi sikap fraksi-fraksi di DPR yang masih mengedepankan semangat musyawarah dalam pengambilan keputusan.
Ia pun mengaku senang jika pengambilan keputusan bisa melalui musyawarah, tak melalui voting.
Pemerintah, kata dia, sudah banyak mengalah dalam pembahasan. Ia berharap fraksi-fraksi memahami itu dan bersama-sama menyusun undang-undang yang terbaik.
"Bahwa pileg dan pilpres adalah fawenya parpol, bukan kelompok A, B, C," kata Politisi PDI Perjuangan itu.