Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mantan Hakim Konstitusi Duduk di Kursi Terdakwa Korupsi..

Kompas.com - 14/06/2017, 06:37 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selasa (13/6/2017), mungkin merupakan hari yang tidak akan dilupakan mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Melihat latar belakang pendidikan dan jabatannya, keberadaan Patrialis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bukanlah hal yang aneh.

Namun, kedatangan Patrialis kali ini bukan untuk meninjau suasana pengadilan, apalagi memimpin suatu persidangan. Kemarin, Patrialis hadir sebagai terdakwa.

Patrialis yang biasa tampak gagah mengenakan toga merah-hitam itu kini hanya mengenakan batik hijau lengan pendek dengan celana panjang hitam.

Sekitar pukul 10.05 WIB, Patrialis didampingi seorang laki-laki berbadan tegap dan berambut pendek dengan kartu identitas berlogo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memasuki salah satu ruang sidang utama di Gedung Pengadilan.

Kedatangan Patrialis di dalam ruang sidang langsung disambut awak media. Patrialis tampak didampingi sejumlah kerabat dan anggota keluarganya.

Tak berapa lama, lima orang majelis hakim memasuki ruang sidang. Bersama pengunjung sidang lainnya, Patrialis ikut bangkit berdiri memberi tanda hormat pada hakim.

Setelah palu tanda persidangan dimulai diketuk, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango mempersilakan jaksa KPK untuk menghadirkan terdakwa.

"Kepada petugas, agar segera menghadirkan terdakwa Patrialis Akbar ke muka persidangan," ujar jaksa KPK Lie Setiawan.

(Baca: Patrialis Akbar Didakwa Menerima Suap dari Pengusaha Impor Daging)

Karier cemerlang

Di usianya yang hampir menginjak 60 tahun, Patrialis tersandung kasus suap. Sungguh ironis, Patrialis kini harus berpindah tempat duduk di kursi terdakwa.

Padahal, sebelum tersandung kasus suap, karier Patrialis Akbar terbilang cemerlang. Dia memulai kariernya di bidang hukum saat duduk sebagai anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat  dari Partai Amanat Nasional (PAN).

Saat itu, Patrialis pernah terlibat dalam pembahasan amandemen konstitusi di Panitia Ad Hoc I Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pengabdiannya pada bidang hukum tak berhenti setelah menjadi anggota dewan. Di bidang politik, Patrialis pernah tergabung dalam Tim Sukses Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada 2009 sebagai anggota tim advokasi dan bantuan hukum.

Saat SBY terpilih sebagai presiden di periode kedua, ia kemudian dipercaya menjadi Menteri Hukum dan HAM Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

Karier Patrialis di bidang hukum terbilang cukup lengkap. Pria asal Sumatera Barat itu adalah salah satu pejabat negara yang pernah menjabat di tiga cabang kekuasaan negara, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Pada 2013, lulusan S3 Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Pajajaran, Bandung tersebut terpilih menjadi salah satu Hakim Konstitusi. Sebutan "penjaga konstitusi" pun disematkan kepada Patrialis.

(Baca juga: Disebut Ditangkap Bersama Wanita, Patrialis Merasa Dibunuh Karakternya)

Kini, Patrialis tak bisa lagi menghirup udara bebas sejak lima bulan lalu. Tepat pada malam 25 Januari 2017, Patrialis ditangkap dalam sebuah operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK.

Patrialis didakwa menerima suap 70.000 dollar AS, Rp 4 juta dan dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar. Patrialis diduga menerima uang-uang tersebut dari seorang pengusaha impor daging bernama Basuki Hariman.

Menurut jaksa KPK, uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015, terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Patrialis sendiri berulang kali membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Kepada majelis hakim kemarin, Patrialis kembali bersumpah tidak pernah menerima uang dalam perkara yang ia hadapi.

"Saya ingin mengatakan, demi Allah sampai ke Arsy, saya bertanggung jawab, tidak pernah satu rupiah pun saya terima uang dari Basuki dan Fenny," ujar Patrialis.

(Baca juga: Patrialis: Demi Allah, Tidak Pernah Satu Rupiah Pun Saya Terima Uang)

Kompas TV Hakim Konstitusi non aktif. Patrialis Akbar menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka di gedung Komisi Pemberantas Korupsi, Jakarta. Ia diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap lebih dari 2 miliar Rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com