JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai penggunaan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa dilepaskan dari kasus korupsi yang ditangani KPK.
"Hak angket tidak bisa lepas dari penanganan kasus korupsi oleh KPK, yang 12 tahun terakhir gencar menangani di sektor politik," kata Emerson dalam diskusi bertema "Menyelamatkan KPK" yang diselenggarakan di kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jalan KH Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017).
Salah satunya, lanjut Emerson, adalah kasus korupsi e-KTP yang menyeret lebih dari 52 nama politisi.
(Baca: Pimpinan Komisi III Minta KPK Tak Perlu Khawatir dengan Angket DPR)
Penunjukan Agun Gunandjar Sudarsa sebagai Ketua Pansus hak angket KPK, juga jadi salah satu indikasi hak angket diinisiasi lantaran proses hukum kasus korupsi di KPK.
Nama Agun, lanjut Emerson, masuk ke dalam daftar penerima uang proyek e-KTP yang kasusnya tengah ditangani KPK dan bergulir di pengadilan.
"Kemudian anggota pansus juga ada yang disebut Novel (penyidik KPK), mengancam Miryam," ujar Emerson.
Karena tak punya cara membendung atau mengintervensi KPK, maka digulirkanlah hak angket tadi.
Hak angket itu, lanjut Emerson, menjadi salah satu dari 16 upaya untuk melemahkan KPK oleh DPR.
Dari 16 upaya tersebut, delapan di antaranya menurut Emerson berasal dari DPR.
Misalnya upaya melemahkan KPK melalui Revisi UU KPK, wacana pembubaran KPK, termasuk hak angket itu sendiri dan lainnya.
(Baca: "PAN Awalnya Gagah Perkasa Tolak Angket, Tiba-tiba Berubah 100 Persen")
Sisa delapan lain upaya pelemahan yang berasal dari luar seperti Judicial Review UU KPK, teror terhadap penyidik, pimpinan KPK dan keluarga, penarikan tenaga penyidik KPK, dan lainnya.
Ada beberapa hal lain lagi yang dia sebut sampai akhirnya DPR sengaja memunculkan hak angket untuk KPK. Termasuk disebutnya nama Ketua DPR Setya Novanto di sidang e-KTP.
Selain itu, lanjut Emerson, penanganan kasus korupsi oleh KPK berbeda dengan yang dilakukan institusi lain, misalnya kepolisian dan kejaksaan.
Kasus besar korupsi yang ditangani KPK, seperti yang melibatkan partai politik kerap membuat elite politik gerah. "Paling tidak membuat sebagian besar parpol gerah dengan KPK," ujar Emerson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.