MATARAM, KOMPAS.com - Terpidana kasus terorisme umumnya tertutup dari lingkungannya dan enggan berbaur dengan sesama napi lainnya. Hal itu yang dikatakan Kepala Sub Seksi Keamanan Lapas Klas II Mataram, Gazali, sebagai orang yang menangani napi khusus teroris di tempat tersebut.
Di Lapas Mataram, ada tiga napi kasus terorisme. Dua napi di antaranya merupakan anggota kelompok teror pimpinan Santoso di Poso. Di bulan Ramadhan, seperti biasa, warga binaan melakukan shalat tarawih berjamaah di malam hari. Namun, hanya mereka yang enggan bergabung dengan warga binaan lain di lapas.
"Khusus untuk tiga (napi) itu, tarawih sendiri. (Shalat) dengan jamaahnya bertiga di ruangan," ujar Gazali di Lapas Klas IIA Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (12/6/2017).
Mereka juga tidak mengikuti program penyuluhan oleh polisi mengenai kontra radikal dan Pancasila. Gazali mengatakan, cara mendekati napi kasus teroris berbeda dengan napi tindak pidana lainnya. Perlu perlakuan khusus dan dilakukan secara bertahap.
Pada awalnya, Gazali hanya menyapa mereka dan disambut dengan lirikan mata.
(Baca: "Cukup Dua Jam untuk Memprovokasi Seseorang Menjadi Teroris")
"Lama-lama salam saya dijawab, wa'alaikum salam," kata Gazali.
Gazali mengatakan, pendekatan yang dilakukan juga melihat situasi. Lama-lama, mereka akhirnya berbaur dengan warga binaan lain. Ketiga napi teroris itu juga bisa berinteraksi dengan napi yang tidak satu agama dengan mereka.
Melihat sinyal positif, Gazali pun mulai memberanikan diri bertanya pada mereka soal napi lain yang agamanya berbeda. Ketiga napi itu menganggap napi lain biasa saja dan mampu berinteraksi dengan baik.
Begitupun dengan warga binaan beragama lain saat ditanya mengenai tiga napi kasus teror tersebut.
(Baca: Cerita Mantan Polisi yang Jadi Teroris Setelah Sambangi "Tangan Kanan" Noordin M Top)
"Katanya mereka ramah sama kami. Kita belum tahu bagaimana ke depan, yang jelas saya sebagai pamong tetap memantau, pendekatan pada mereka," kata Gazali.
Sejauh ini, tidak ada catatan negatif mengenai ketiga napi itu. Mereka juga aktif terlibat kegiatan sosial di lapas. Hanya saja, kata Gazali, ada beberapa kegiatan di mana mereka enggan bergabung dengan yang lainnya, seperti shalat tarawih berjamaah. Gazali pun tidak mengetahui alasannya.
"Belum pernah saya tanyakan karena tidak bisa langsung frontal (bertanya), harus pelan-pelan," kata Gazali.
"Yang jelas yang pertama kali kita lihat sikap dan pandangan mereka terhadap napi lain. Itu yang utama. Kita harus step by step," lanjut dia.