Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Menyoal Pengumuman Kasus Korupsi Helikopter Agusta Westland 101

Kompas.com - 12/06/2017, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Belum lama ini Panglima TNI mengumumkan tentang telah terjadinya tindak pidana Korupsi dijajaran TNI, dalam hal ini di TNI Angkatan Udara.

Panglima tidak saja mengumumkan tentang terjadinya tindak pidana korupsi pada satuan yang berada dibawah komando dan pengendaliannya, akan tetapi juga sekaligus mengumumkan 3 anggota yang disebut sebagai telah menyandang status tersangka.

Tentu saja banyak yang terkesima dengan pengumuman ini, sebuah langkah yang tidak pernah terjadi dari seorang Panglima TNI sepanjang sejarah berdirinya Tentara Nasional Indonesia di bumi Pertiwi ini.

Baca: Panglima TNI Umumkan 3 Tersangka Kasus Pembelian Heli AgustaWestland

 

Banyak sekali respons yang muncul. Pada umumnya mereka menyambut baik tindakan Panglima dalam hal turut serta aktif membasmi korupsi. Respons yang muncul juga mempertanyakan, bagaimana hal itu bisa terjadi?

Dari sekian banyak reaksi yang bermunculan itu ada pula respons yang menarik untuk dicermati dengan kepala dingin dan hati-hati.

Respons yang perlu dicermati datang dari seorang praktisi dan pengamat hukum Studi Pasca-Sarjana Universitas Taruma Negara (Untar), anggota dari pengurus Asosiasi Doktor Hukum Indonesia (ADHI), Doktor Urbanisasi.

Beliau menyatakan bahwa ada tiga hal yang tidak lazim dari pernyataan Panglima TNI tentang kasus tindak pidana korupsi Helikopter Agusta Westland (AW) 101. Yang pertama adalah Panglima TNI bukan pimpinan institusi penegak hukum tapi kenapa pada saat jumpa pers beliau men-judge seseorang bersalah, bahkan ada yang sudah dinyatakan sebagai tersangka.

Berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, hanya lembaga yudikatif atau penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK yang memiliki domain untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka atau tidak dalam suatu perkara hukum, apalagi korupsi.

Tapi ini kenapa justru Bapak Panglima yang memberikan pernyataan bahwa ada prajurit TNI AU dinyatakan terlibat kasus korupsi. Patut pula dipertanyakan terkait pernyataan Panglima TNI yang menyebutkan ada kerugian negara sebesar Rp 220 miliar.

Yang kedua dikatakan oleh Urbanisasi bahwa yang boleh menyatakan ada tidaknya kerugian negara harus memiliki pijakan yang kuat yakni hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sehingga tuduhan itu tidak membingungkan masyarakat.

Yang ketiga pengamat hukum ini juga menyayangkan pernyataan adanya nama-nama yang disebutkan Panglima sebagai tersangka, padahal statusnya masih sebagai saksi. Tapi kenapa tiba-tiba sudah menjadi tersangka, ini namanya kriminalisasi prajurit, seharusnya sebagai pimpinan tertinggi di TNI, Panglima melakukan pembinaan dan bukan justru men-jugde para prajuritnya sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com