Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Berdaulat di Udara

Kompas.com - 11/06/2017, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Otoritas penerbangan Kerajaan Arab Saudi, General Authority of Civil Aviation (GACA) mengeluarkan larangan terbang bagi semua pesawat terbang Qatar melintas wilayah udara Saudi Arabia. Hal tersebut menyusul konflik atau sengketa yang terjadi antara kedua negara tersebut.

Qatar serta-merta kelabakan untuk menyusun ulang semua perencanaan penerbangannya yang selama ini bebas melintas wilayah Arab Saudi agar dapat tetap terselenggara dengan baik.

Dengan larangan tersebut, apa pun yang dilakukan Qatar, maka tetap saja in efisiensi pada banyak rute penerbangannya tidak dapat dihindarkan.

Demikianlah, wilayah udara teritorial sebuah negara ternyata memang memiliki arti penting yang sangat strategis.

Paling tidak, wilayah udara sudah berperan sebagai "sumber daya alam" yang menghasilkan jutaan dollar AS untuk digunakan sebagai sarana melintas pesawat terbang komersial internasional.

Wilayah udara ternyata juga dapat digunakan sebagai "alat berdiplomasi" atau "diplomatic tools" dalam setiap sengketa yang terjadi antar negara.

Wilayah udara dalam keadaan damai dapat menghasilkan pendapatan yang sangat besar bagi negara, dan dalam konteks yang berhubungan dengan Pertahanan Keamanan Negara, wilayah udara dapat menjadi unsur penting dalam upaya mempertahankan martabat bangsa.

Wilayah udara, suka atau tidak suka telah mejadi bagian yang utuh dari kedaulatan  negara.

Sejarah dunia mencatat banyak peristiwa yang membuktikan tentang hal tersebut. Sebut saja perang-perang yang terjadi sepanjang perang dunia seperti Battle of Britain, tentang serangan udara Jepang ke Pearl Harbor hingga pengeboman Hiroshima dan Nagasaki yang menghentikan perang dunia kedua serta perang-perang udara lainnya yang menyangkut peran pertahanan wilayah udara kedaulatan sebuah negara. Dan, yang paling mutakhir, Arab Saudi telah mempertontonkannya pada dunia.

KOMPAS -
Keputusan yang diambil GACA memberi pelajaran berharga pada banyak pihak yang sampai kini masih tetap beranggapan bahwa wilayah udara nasional yang otoritas penerbangannya dikelola negara lain tidak ada hubungannya dengan masalah kedaulatan sebuah bangsa.

Banyak yang tidak menyadari bahwa pengelolaan wilayah udara nasional yang diserahkan kepada negara lain, lebih-lebih pada wilayah yang bernilai strategis, sama saja dengan menyerahkan sumber daya alam yang sangat berharga kepada negara lain.

Sama saja dengan menyerahkan "diplomatic tools" kepada negara lain. Sama saja dengan menyerahkan aspek kesiapsiagaan dari unsur Pertahanan Keamanan Negara kepada bangsa lain. Sama saja dengan mengabaikan derajat dari martabat sebagai bangsa.

Beruntung sekali Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan instruksi yang lelas dan tegas pada tahun lalu untuk segera menyelesaikan permasalahan ini.  Walau, hingga kini tugas berat dari pekerjaan besar ini belum terlihat kemajuan yang berarti.

Dapat dibayangkan, apabila Indonesia menutup wilayah udaranya bagi pelintasan pesawat terbang internasional, maka tidak saja jaring penerbangan di sekitar ASEAN yang akan terganggu, akan tetapi sistem penerbangan global akan terkena dampaknya.

Wilayah udara Indonesia terbentang tidak hanya luas, akan tetapi telah menjadi urat nadi perhubungan sistem transportasi global, terutama yang menghubungkan benua Asia dengan Australia dan Selandia Baru. Kawasan udara yang merupakan jembatan penghubung dari belahan dunia utara dengan wilayah selatan dunia.

Banyak yang tidak menyadari dari betapa tinggi nilai strategis wilayah udara Indonesia dalam konteks "Global Air Transportation System" yang selama ini dikelola oleh ICAO, International Civil Aviation Organization.

Ironisnya adalah Indonesia sendiri belum menyatakan bahwa wilayah udara teritorial NKRI sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.

Wilayah udara Indonesia belum memiliki dasar hukum sebagai wilayah kedaulatannya karena belum dicantumkan dalam konstitusi dasar negaranya.

UUD 1945, walau sudah beberapa kali diamandemen, belum juga mencantumkan dengan jelas bahwa wilayah udara Indonesia sebagai wilayah kedaulatannya. (Prof [em] Dr E Saefullah Wiradipradja, SH, LLM).

Lebih dari itu, wilayah udara Indonesia juga belum dilihat sebagai salah satu "sumber daya alam" yang cukup besar peranannya dalam menghasilkan devisa negara. Belum terlihat sebuah pengelolaan terpadu dalam upaya mengolah wilayah udara nasional untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.

Pasal 33 UUD 1945 baru atau hanya menyebut "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Belum ada tanda-tanda untuk mulai mengatakan atau mencantumkan dalam UUD bahwa "udara" dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Secara sederhana, dapat disimpulkan bahwa memang wilayah udara nasional Indonesia belum dilihat sebagai sebuah wilayah kedaulatan negara yang mengandung "kekayaan alam" di dalamnya.

Di abad teknologi modern sekarang ini dan lebih-lebih dalam menyongsong masa depan yang penuh dengan persaingan ketat, maka udara banyak sekali memiliki peran yang berkait dengan sumber daya alam yang tidak saja sebagai sarana transportasi udara, tetapi juga banyak lainnya seperti ruang strategis untuk berbagai kebutuhan komunikasi canggih sebagai sarana infrastruktur dari arus "informasi global".

Indonesia masih jauh dari Arab Saudi dan banyak negara lain yang telah mampu mengendalikan penuh wilayah udara kedaulatannya sebagai sarana penjaga martabat bangsa. Indonesia masih belum berdaulat di udara.

Musatafa Kemal Ataturk, pendiri negara Turki modern yang kesohor itu, bila berbicara tentang kedaulatan selalu dengan tegas menekankan bahwa "Sovereignty is not given, it is taken". Kedaulatan tidak akan ada yang memberi, kedaulatan harus diperjuangkan untuk direbut! Mari, Bung, rebut kembali!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com