Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kominfo Pastikan Revisi UU Penyiaran Tak Akan seperti Orde Baru

Kompas.com - 10/06/2017, 11:52 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Hukum, Hendri Subiakto memastikan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tak akan seperti orde baru.

Pemerintah, kata dia, tidak akan menguasai frekuensi, namun mengaturnya.

"Pemerintah tidak akan menguasai frekuensi, tapi meregulate frekuensi karena Pemerintah adalah negara sesuai UUD 1945," kata Hendri dalam sebuah acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6/2017).

"Ini bukan orde baru, kita sudah 18 tahun reformasi," sambung dia.

(baca: UU Penyiaran Beraroma Orde Baru)

Pemerintah dalam hal ini berkewajiban menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang menyebutkan "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

Frekuensi, menurut dia, sama dengan kekayaan yang dimaksud dalam pasal tersebut sehingga Pemerintah perlu mengelolanya untuk kepentingan masyarakat luas.

Hendri menyampaikan, yang diatur oleh pemerintah lebih kepada infrastruktur dalam hal tata laksana penggunaan frekuensi, bukan kepada konten.

Sebab, penggunaan frekuensi oleh masyarakat saat ini sangat tinggi, sementara frekuensi yang ada terbatas.

Adapun soal konten penyiaran merupakan tanggungjawab Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

"Yang namanya demokrasi, kebebasan berpendapat, itu kan konten. Makanya konten tidak boleh diurus Pemerintah," tuturnya.

Beberapa pihak sebelumnya memprediksi revisi UU Penyiaran akan berimbas pada produk penyiaran yang beraroma orde baru sebab Kementerian Komunikasi dan Informatika akan berposisi sebagai penentu kebijakan, pengatur, pengawas, dan pengendali penyiaran.

Hal itu diungkapkan Anggota Kelompok Kerja Dewan Pers, Leo Batubara dalam kesempatan yang sama.

Di samping itu, UU ini juga berpotensi menimbulkan praktik monopoli di industri penyiaran.

Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK, misalnya, beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa penerapan konsep single mux (pelaksana satu pihak) berpotensi menciptakan praktik monopoli yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penguasaan frekuensi siaran dan infrastruktur oleh single mux operator oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) menunjukkan adanya posisi dominan atau otoritas tunggal oleh pemerintah yang diduga berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran.

Penguasaan yang mengarah pada pembatasan ini, kata Ishadi, dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, menurut Ishadi, penetapan single mux operator akan berdampak pada LPS eksisting yang akan menghadapi ketidakpastian karena frekuensi penyiaran dikelola oleh satu pihak saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com