JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan larangan menikahi rekan kerja sekantor dianggap membuka celah terjadinya perzinaan.
Hal itu disampaikan Jhoni Boetja Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu.
Jhoni adalah salah satu pemohon uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Misalnya, kata Jhoni, ada pasangan pegawai yang saling mencintai dan ingin menikah. Namun, pasangan itu khawatir diberhentikan dari pekerjaannya jika ketahuan telah menikah.
(baca: Tolak Larangan Menikahi Teman Sekantor, 8 Pegawai Gugat Aturan ke MK)
Kemudian, pasangan tersebut memilih jalan melanjutkan hubungan asmara tanpa harus menikah agar tidak diberhentikan dari pekerjaannya.
"Menghindari PHK, dia (pasangan itu) 'kumpul kebo' gimana?," kata Jhoni ditemui usai mengikuti sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2017).
Jhoni melanjutkan, atau misalnya ada pasangan pegawai yang akhirnya memutuskan hubungan asmaranya karena adanya aturan tersebut.
(baca: Larangan Menikah dengan Teman Sekantor Digugat, Ini Kata Kemenaker)
Kemudian, masing-masing pasangan itu menikahi orang lain yang bukan rekan kerja sekantornya.
"Tapi hati, ini kan panggilan, enggak bisa kita tolak. Yang namanya hati (rasa cinta) itu sulit ditolak, akhirnya terjadi perselingkuhan di kantor. Siapa bertanggung jawab, siapa berdosa?" kata Jhoni.
Ia juga menganggap tidak tepat jika larangan tersebut dikaitkan dengan alasan mencegah terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Menurut Jhoni, terjadinya KKN di suatu perusahaan tergantung dari mental seseorang, bukan karena menikah dengan rekan kerja di kantor.
"Saya kira enggak bisa, karena mental seseorang untuk korupsi, nepotisme itu tergantung dari mental seseorang," ujar Jhoni.
Menurut Jhoni, menikahi rekan kerja satu kantor justru akan membuat pasangan pegawai tersebut semakin giat untuk bekerja dan mengabdikan diri pada perusahaan.