Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemohon Kecewa Perwakilan DPR Tak Hadiri Sidang Uji Materi Pernikahan Teman Sekantor

Kompas.com - 05/06/2017, 12:00 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Pasal 153 Ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Senin (5/6/2017).

Pasal tersebut berbunyi, "Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama".

Pasal tersebut dipersoalkan oleh pemohon karena dianggap memberi celah munculnya larangan bagi pegawai menikahi rekan kerja sekantornya.

Pemohon dalam uji materi ini adalah delapan orang pegawai.

Baca: Tolak Larangan Menikahi Teman Sekantor, 8 Pegawai Gugat Aturan ke MK

Adapun, agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan dari DPR selaku pembuat undang-undang dan keterangan pihak terkait, yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Akan tetapi, kedua pihak tersebut tidak hadir dalam persidangan.

"DPR melalui surat keterangannya menyatakan tidak bisa hadir. SPSI tidak hadir dan tidak memberikan keterangan," ujar Ketua MK Arief Hidayat yang memimpin persidangan.

Arief kemudian menanyakan apakah pemohon dan pemerintah akan mengajukan ahli.

Namun, kedua pihak menyatakan tidak mengajukan ahli. Arif pun menyampaik

Selanjutnya, pemohon dan para pihak diminta menyerahkan berkas kesimpulan kepada kepaniteraan mahkamah.

Kesimpulan ini nantinya akan dibahas oleh para hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), sebelum MK menjatuhkan putusannya.

Baca: Larangan Nikah dengan Teman Sekantor Dinilai Mengesampingkan UU

"Kita tinggal menunggu kesimpulan dari masing-masing pihak. Kesimpulan paling lambat selesai Selasa, 13 Juni 2017 pada pukul 10.00 WIB diserahkan ke paniteraan Mahkamah. Setelah itu kami akan menentukan hasil dari pemeriksaan perkara ini," kata Arief. 

Ditemui seusai persidangan, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu, Jhoni Boetja selaku salah satu pemohon, mengaku kecewa atas ketidakhadiran DPR.

Ia bersama pemohon lainnya ingin mengetahui alasan DPR memasukkan frasa "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama" di dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU 13/2003.

"Ya kecewa juga, tapi enggak apa-apa. Kalau kecewa ya kecewa, karena saya pengen dengar alasan DPR," kata Jhoni.

Kompas TV Sejumlah pegawai menggugat aturan larangan menikah dengan rekan kerja di perusahaan yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com