JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi persekusi yang merupakan bentuk teror terhadap pengguna media sosial dinilai masih punya potensi muncul kembali. Hal ini dikemukakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, saat ditemui usai diskusi di sebuah restoran di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (4/6/2017).
Belakang, polisi memang melakukan penegakan hukum dan langkah tegas dalam menghadapi aksi persekusi. Namun, Asfinawati menilai, jika penanganan kasus ini hanya tertuju kepada pelaku lapangan, ke depan potensi akan terulang masih mungkin terjadi.
"Harus dicari siapa dalangnya dan dalangnya itu yang diambil, diperiksa, bukan hanya pelaku-pelaku lapangan saja," kata Asfinawati.
Selain itu, laporan kasus persekusi yang diterima Koalisi Anti Persekusi soal kasus ini masih terus masuk. Asfinawati juga tergabung dalam koalisi anti persekusi tersebut.
Untuk mencegah kejadian serupa, dia berharap pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindak tegas pelakunya bisa dilaksanakan anak buah Tito.
"Kami harapkan seluruh polres, polda, suaranya sama Kapolri," ujar Asfinawati.
(Baca: AKBP Dony Setiawan, Pemukul Bandar Narkoba yang Ditunjuk Jadi Kapolres Solok)
Sementara itu, Anggota Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Taufik Basari mengatakan, ada beberapa hal yang perlu dijalankan beriringan agar kasus persekusi tidak terulang. Penegakan hukum sudah tentu harus dilakukan bagi pelakunya.
Namun, ada hal lain yang mesti dilakukan antara lain bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk penyedia jejaring sosial dalam rangka pengawasan.
"Nah itu harus berjalan seiringan kalau hanya penindakan hukumnya saja, saya khawatir belum mampu untuk menghentikan ini semua," ujar Taufik.
Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Todung Mulya Lubis menilai kasus persekusi jika tidak ditangani dengan tepat akan menjadi bom waktu di masa depan. Bahkan, bisa menjadi pemicu disintegrasi bangsa Indonesia.
"Hal-hal semacam ini menjadi bom waktu buat kita dalam menghadapi masa depan kita. Ini akan menjadi sumber disintegrasi bagi Indonesia," kata Todung, pada kesempatan yang sama.
Oleh karena itu, peran pemerintah dan aparat penegak hukum dipandang perlu untuk menangkal munculnya persekusi di masa yang akan datang.
(Baca: AKBP Dony Setiawan, Pemukul Bandar Narkoba yang Ditunjuk Kapolri Tumpas Persekusi di Solok)
Todung cukup heran, negara hukum seperti Indonesia, yang sudah 72 tahun merdeka dan sudah melakukan reformasi sejak 1998, masih ada praktek persekusi. Aksi persekusi yang menurut dia melanggar semua prinsip hukum, tidak boleh ada di negara ini.
"Seyogyanya 72 tahun kita merdeka kita sudah menjadi negara hukum yang mapan," ujar Todung.
Meski begitu, Todung mengapresiasi langkah polisi yang menetapkan dua pelaku persekusi di Cipinang, Jakarta Timur sebagai tersangka. Dia pun mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mencopot Kapolres Kota Solok karena dianggap tidak tuntas menangani kasus persekusi di Sumatera Barat yang menimpa seorang dokter.
"Dalam kasus perseksui pihak kepolisian sudah optimal melakukan law enforcement," ujar Todung.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.