JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa seleksi atau rekrutmen hakim menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA) tanpa melibatkan Komisi Yudisial (KY). Putusan tersebut berdasarkan uji materi yang teregistrasi di MK dengan nomor perkara 43/PUU-XIII/2015.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menjelaskan kewenangan KY sebagaimana diatur dalam pasal 24 b ayat 1 UUD 1945 memang disebutkan bahwa, "KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim".
Namun, frasa “wewenang lain” pada pasal itu tidak dapat diperluas dengan tafsiran lain, khususnya terkait rekrutmen hakim.
Sebab, UUD 1945 tidak memberi kewenangan kepada pembuat Undang-Undang untuk memperluas kewenangan KY. Sehingga kewenangan KY untuk terlibat dalam seleksi hakim, itu hanya pada tingkat Hakim Agung (Hakim MA).
"(Putusan MK) intinya, proses seleksi atau rekrutmen hakim pengadilan tingkat pertama merupakan kewenangan tunggal MA tanpa melibatkan KY," kata Fajar saat dihubungi, Minggu (4/6/2017).
(Baca: Akademisi Nilai MA Perlu Libatkan KY dalam Rekrutmen Hakim)
Selain itu, kata Fajar, Pasal 24 UUD 1945 memang tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai kewenangan MA dalam proses seleksi dan pengangkatan calon hakim dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha negara.
Akan tetapi dalam Ayat 2 dari Pasal 24 UUD 1945 tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan peradilan berada di bawah MA.
Oleh karena itu, meskipun pemohon mempersoalkan tidak adanya keterlibatan KY pada rekrutmen hakim, namun perihal rekrutmen hakim sudah menjadi salah satu bagian dari penyelenggaraan peradilan yang sedianya dilaksanakan oleh MA.
"Undang-Undang yang diajukan Pemohon dalam berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung," kata Fajar.
(Baca: KY dan MA Dinilai Dapat "Sharing" Tanggung Jawab dalam Rekrutmen Hakim)
"Lagipula apabila dihubungkan dengan sistem peradilan 'satu atap', menurut MK, seleksi dan pengangkatan calon hakim pengadilan tingkat pertama menjadi kewenangan MA," tambah Fajar.
Sebelumnya, sejumlah pihak menilai MA perlu melibatkan lembaga lain yang terkait peradilan dalam hal rekrutmen hakim.
Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, keterlibatan dua lembaga perlu dilakukan guna mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Sebab, sistem satu atap yang saat ini diterapkan sangat rentan terjadi penyelewengan.
Akibatnya, peradilan yang ideal akan sulit diwujudkan Oleh karena itu, sedianya KY dan MA bersama-sama terlibat dalam rekrutmen hakim.
"Konsep shared responsibility merupakan bentuk integralisasi kedua lembaga dengan output lahirnya hakim-hakim yang berintegritas," ujar Hibnu dalam diskusi bertajuk Shared Responsibility dalam Manajemen Jabatan Hakim dari Perspektif Ketatanegaraan, di University club UGM, Yogyakarta, Rabu (24/5/2017