JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, menilai keputusan penambahan kursi anggota DPR sebanyak 15 kursi mengabaikan aspirasi masyarakat.
"Keputusan tersebut lebih banyak mudaratnya dan terkesan lebih mengutamakan syahwat kekuasaan ketimbang memajukan demokrasi perwakilan," kata Roy di melalui keterangan tertulis, Jumat (2/6/2017).
Ia menambahkan berbagai riset dan kajian menunjukkan kinerja DPR berada di titik terendah dan minim secara akuntabilitas.
Selain itu, ia menyatakan peran politik anggaran di DPR tidak berjalan di rel yang semestinya dan kerap disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Itu ditandai dengan munculnya perilaku koruptif dikalangan anggota DPR dengan berbagai modus sehingga menyebabkan rendahnya kredibilitas DPR di mata masyarakat.
"Oleh karena itu, penambahan kursi anggota DPR tidak punya korelasi terhadap meningkatnya kinerja DPR," tutur Roy.
(Baca: Ini Sikap Pemerintah soal Penambahan Kursi DPR)
"Sebaliknya, penambahan kursi justru memperumit proses pengambilan keputusan politik yang menyangkut hajat hidup rakyat di DPR dan hanya menambah angka pemborosan APBN untuk kebutuhan konsumtif," lanjut dia.
Ia melanjutkan penambahan jumlah anggota DPR hanya menguras uang rakyat. Jumlah anggaran Negara yang dikeluarkan untuk satu anggota DPR mencapai Rp 3,7 miliar per tahun.
"Tambahan kursi tidak meningkatkan kinerja DPR, malah memboroskan anggaran sebesar Rp 56 miliar per tahun," papar Roy.
"Alangkah bijak, jika Pemerintah dan DPR mempertahankan kembali jumlah anggota DPR saat ini dan menghitung kembali jumlah anggota perdapil secara adil dan proporsional melalui redistribusi kursi dari Dapil yang kelebihan kuota kursi," lanjut dia.
(Baca: Penambahan Kursi DPR untuk Siapa?)
Sebelumnya Pemerintah dan DPR sepakat penambahan 15 kursi DPR RI. Hal itu disepakati pada pembahasan dalam Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Pemilu. Padahal, sebelumnya pemerintah sempat mengusulkan bahwa penambahan kursi berkisar antara lima hingga 10 kursi saja.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menuturkan, saat itu pemerintah belum mempertimbangkan tingkat kemahalan kursi.
"Kami mencermati ya proses jumlah kursi itu. Pada posisi yang lalu memang tidak memperhitungkan tingkat kemahalan," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2107).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.