Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/06/2017, 12:39 WIB
|
EditorInggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com – Maraknya tindakan persekusi atau memburu seseorang secara sewenang-wenang mendapatkan sorotan.

Pada beberapa kasus, persekusi dilakukan terhadap pengguna media sosial yang dianggap membuat status yang menyinggung kelompok atau tokoh tertentu.

Pengamat media sosial dan ITE Heru Sutadi mengatakan, munculnya persekusi tak lepas dari cara pengguna memanfaatkan media sosial.

Ia mengakui, agak sulit mengatur perilaku di media sosial.

Untuk menghindari persekusi, dia mengimbau agar para pengguna bijak memanfaatkan media sosial serta menahan diri untuk hal-hal yang sensitif.

“Saya pikir semua harus menahan diri untuk tidak membuat sesuatu yang makin memperkeruh suasana. Kalaupun memang harus menulis seseorang misalnya hal yang baik. Tapi kalau misalnya harus mengkritik, kritiklah secara positif,” kata Heru, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (2/6/2017).

Berdasarkan pengamatan Heru, persekusi merupakan fenomena baru. Sebelumnya, yang marak adalah kritik publik terhadap layanan jasa.

“Tapi sekarang ini hawanya beda,” ujar Heru.

Baca: Persekusi Fiera Lovita: Diburu, Diteror, dan Diintimidasi...

Dengan situasi saat ini, ia berpandangan, harus ada evaluasi terjadap pemanfaatan media sosial.

Publik harus melihat dampak positif atau negatif dari unggahannya di media sosial.

“Kalau positifnya lebih banyak terus dikembangkan sambil kita berusaha mengedukasi masyarakat, menggunakannya secara baik, cerdas, dan tidak melanggar undang-undang (ITE),” ujar Heru.

Akan tetapi, jika berpotensi menimbulkan dampak negatif, dia menyarankan agar netizen menahan diri.

“Kadang memang kita tidak suka dalam suku tertentu atau agama tertentu, tapi dalam proses komunikasi itu tidak di sampaikan secara terbuka. Kalau ini media sosial kan terbuka, dalam hitungan detik bisa viral,” ujar Heru.

Tak dapat dibenarkan

Di sisi lain, Heru menilai, tindakan persekusi tidak dapat dibenarkan. Dia meminta penegak hukum menindak tegas pelakunya.

Persekusi itu tidak dapat dibenarkan, semua harus diserahkan secara hukum, ada koridornya, ada penegak hukumnya,” kata Heru.

Sebelumnya, aksi persekusi menyasar orang-orang yang dianggap menghina tokoh tertentu, melalui status atau tulisan di media sosial seperti di Facebook.

Tindakan ini menimbulkan keresahan karena mengarah pada perbuatan sewenang-wenang atau intimidasi hingga menimbulkan penderitaan fisik maupun psikis bagi korbannya.

Baca: Ketua MPR Minta Jangan Ada Lagi Aksi Persekusi

Salah satunya dialami seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok, Sumatera Barat, Fiera Lovita.

Status yang di-posting Fiera terkait salah seorang pimpinan ormas, dianggap menghina dan menyudutkan.

Ia didatangi kelompok ormas yang memintanya membuat surat pernyataan permintaan maaf .

Namun, teror tidak berhenti sampai di situ. Setelah mem-posting pernyataan maaf, Fiera menemukan foto-fotonya tersebar di media sosial dengan komentar provokatif dan tidak senonoh.

Rumahnya sering didatangi oleh orang-orang tak dikenal dan minta untuk bertemu.

Kejadian ini juga berdampak pada kehidupan dan pekerjaan Fiera. Dia sampai memutuskan untuk meninggalkan Kota Solok karena intimidasi tersebut.

Kasus berikutnya dialami seorang bocah di Cipinang, Jakarta Timur berinisial M (15).

Remaja itu dituduh telah mengolok-olok salah satu ormas beserta pimpinannya melalui postingan media sosialnya.

Video persekusi yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap M kemudian beredar luas di media sosial.

Selain mendapat kekerasan secara verbal, M tampak mendapatkan kekerasan fisik. Dia dipaksa meminta maaf dan mengakui perbuatannya.

Bahkan, M diancam akan dilukai jika mengulangi perbuatan serupa.

Kompas TV Polda Metro Jaya Tangkap 3 Terduga Pelaku Intimidasi Anak
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Video Ancaman KKB Tembak Pilot Susi Air sebagai Dampak Operasi Psikologis Pemerintah

Pengamat Sebut Video Ancaman KKB Tembak Pilot Susi Air sebagai Dampak Operasi Psikologis Pemerintah

Nasional
Paspor 8 WNI Korban Perusahaan 'Online Scam' di Laos Sudah Dikembalikan

Paspor 8 WNI Korban Perusahaan "Online Scam" di Laos Sudah Dikembalikan

Nasional
Soal Informasi MK Putuskan Proporsional Tertutup, Anggota DPR Singgung Kewenangan 'Budgeting'

Soal Informasi MK Putuskan Proporsional Tertutup, Anggota DPR Singgung Kewenangan "Budgeting"

Nasional
Jokowi Disebut Harap Presiden Selanjutnya Lakukan Percepatan dan Bukan Perubahan

Jokowi Disebut Harap Presiden Selanjutnya Lakukan Percepatan dan Bukan Perubahan

Nasional
BPDPKS Gelar Audiensi dengan Gapki, Bahas Riset dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit

BPDPKS Gelar Audiensi dengan Gapki, Bahas Riset dan Pengembangan Industri Kelapa Sawit

Nasional
Kejagung Periksa Pejabat Antam dan Bea Cukai Terkait Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Periksa Pejabat Antam dan Bea Cukai Terkait Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
Wapres Sebut Prestasi Olahraga Indonesia Meningkat, tapi Belum Puas

Wapres Sebut Prestasi Olahraga Indonesia Meningkat, tapi Belum Puas

Nasional
Tolak Jelaskan Pemberhentian Endar Priantoro ke Ombudsman, KPK: Itu Wewenang PTUN

Tolak Jelaskan Pemberhentian Endar Priantoro ke Ombudsman, KPK: Itu Wewenang PTUN

Nasional
Jokowi Harap Presiden Setelahnya Kejar Target Indonesia Jadi Negara Maju

Jokowi Harap Presiden Setelahnya Kejar Target Indonesia Jadi Negara Maju

Nasional
Cawe-cawe Jokowi Disebut Demi Kelanjutan Program Strategis Nasional

Cawe-cawe Jokowi Disebut Demi Kelanjutan Program Strategis Nasional

Nasional
Janji Jokowi Cawe-cawe Jelang Pemilu Tanpa Kerahkan Militer dan Polisi

Janji Jokowi Cawe-cawe Jelang Pemilu Tanpa Kerahkan Militer dan Polisi

Nasional
Pengacara Teddy Minahasa Nilai Sidang Etik Kliennya Terlalu Terburu-Buru

Pengacara Teddy Minahasa Nilai Sidang Etik Kliennya Terlalu Terburu-Buru

Nasional
Cerita Desainer Aulia Akbar Ciptakan Logo IKN, Terinspirasi Kebudayaan Indonesia

Cerita Desainer Aulia Akbar Ciptakan Logo IKN, Terinspirasi Kebudayaan Indonesia

Nasional
PKS Sebut Sandiaga Tak Masuk Kandidat Cawapres Anies

PKS Sebut Sandiaga Tak Masuk Kandidat Cawapres Anies

Nasional
Jokowi: Yang Milih Logo IKN Bukan Presiden, tapi Rakyat Indonesia

Jokowi: Yang Milih Logo IKN Bukan Presiden, tapi Rakyat Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com