JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komnas HAM Roichatul Aswidah menyayangkan munculnya fenomena persekusi di masyarakat yang kian gencar beberapa waktu belakangan. Menurut Roichatul, pemerintah harus mengambil sikap menanggapi masalah ini. Sebab, persekusi telah mengancam kebebasan berekspresi.
"Itu harus dilindungi oleh sebuah negara, Mininimal ada pembatasan (regulasi yang jelas)," ujar Roichatul usai diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017).
Menurut Roichatul, pemerintah bisa memeperjelas aturan perihal kebebasan berekspresi dengan mendasarkan pada pertimbangan nilai tertentu. Hal ini demi menjamin setiap warganya.
"Nah, sekarang bagaimana pemerintah mau membatasi itu. Pembatasanya bisa berdasar pada keamanan nasional, ketertiban umum, moral publik, reputasi orang lain," kata dia.
(Baca: Kalla Minta Polisi Cegah Intimidasi terhadap Pengguna Medsos)
Selain itu, Roichatul juga mengimbau masyarakat tidak "main hakim sendiri". Jika merasa ada pelecehan yang dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya atau bagian dari kelompoknya maka diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku.
"Marilah kita masukan dalam koridor aturan yang ada. Jangan mengambil tindakan sendiri-sendiri, nanti tidak beraturan," ujarnya.
Sebelumnya, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Damar Juniarto juga meminta Polri mengambil sikap.
(Baca: Todung: Tidak Boleh di Negara Demokrasi Ada Intimidasi)
Ia meminta Polri menegakkan hukum dengan adil, bukan berdasarkan tekanan segelintir pihak. Menurut Damar, persekusi menunjukkan adanya ketidakpatuhan hukum. Damar berpendapat, semestinya langkah yang pertama kali dilakukan begitu menemukan postingan penghinaan tokoh tertentu di media sosial, yakni dengan melayangkan somasi dan mediasi.
"Bila mediasi tidak berhasil, barulah melaporkan ke polisi. Kemudian mengawasi jalannya pengadilan agar adil," kata Damar melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/5/2017).
Aksi persekusi, kata Damar, membuat warga negara merasa tidak terlindungi karena absennya asas praduga tak bersalah. Tak hanya itu, orang yang ditarget juga merasa terancam nyawanya karena identitasnya diumbar di media sosial dan muncul seruan untuk beramai-ramai menyerang orang tersebut.
"Bila dibiarkan akan mengancam kebebasan berpendapat secara umum," kata dia.