JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan mengenai penodaan agama yang diatur dalam Pasal 156 a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dinilai sulit untuk dihapus.
Meski ada yang menganggap pasal tersebut rentan menimbulkan persoalan, mayoritas publik masih menghendaki berlakunya pasal tersebut.
"Sulit untuk menentukan apakah keberadaan pasal tersebut masih relevan hingga saat ini. Makanya beberapa negara di eropa masih menggunakan pasal serupa," ujar
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Arsil, dalam diskusi di STHI Jentera, Jakarta, Selasa (30/5/2017).
(Baca: Pasal Penodaan Agama Dipakai untuk Urusan Politik sampai Percintaan)
Menurut Arsil, penghapusan pasal sebearnya bisa dilakukan jika ada kemauan politik dari pemerintah dan parlemen.
Namun, pada kenyataannya, Mahkamah Konstitusi tetap menganggap pasal penodaan agama tidak bertentangan dengan konstitusi.
Di sisi lain, partai politik juga menganggap bahwa pasal tersebut harus terus ada.
"Belum lagi dukungan masyarakat mengenai penggunaan pasal tersebut. Misalnya, banyak yang ingin Ahok dipenjara," kata Arsil.
Meski demikian, menurut Arsil, pemrintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang seharusnya memikirkan cara lain agar pasal penodaan agama tidak menjadi pasal karet yang dapat disalahgunakan.
(Baca: Peneliti CSIS Nilai Definisi Pasal Penodaan Agama Perlu Diperjelas)
Misalnya, mengubah rumusan dan norma pasal untuk mempersempit penafsiran soal penodaan agama. Dengan demikian, akan jelas kualifikasi seseorang dapat dipindana dengan pasal tersebut.
"Membatasi secara clear perbuatan apa yang masih ditoleransi atau yang mana yang bisa dipenjara. Dalam kasus orang yang aliran kepercayaannya menyimpang, apa patut dikenakan pidana?" Kata Arsil.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.