Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Represif Dinilai Tak Efektif Tangkal Ujaran Kebencian atas Dasar Identitas

Kompas.com - 30/05/2017, 18:21 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara senior Todung Mulya Lubis berpendapat bahwa tindakan represif dan upaya penegakan hukum tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan maraknya ujaran kebencian atas dasar identitas di tengah masyarakat.

Begitu juga dengan upaya sensor dari pemerintah terhadap akun-akun yang diduga menyebar kebencian di media sosial.

Menurut Todung, kelompok penyebar materi kebencian cenderung bereproduksi dan berlipat ganda meski polisi sudah mengambil tindakan.

"Tindakan represif tidak akan bisa menangkal semua itu. Saya tidak percaya pendekatan hukum saja bisa mengatasinya," ujar Todung dalam sebuah diskusi bertajuk 'Pancasila dan Kebhinnekaan: Problematika Ujaran Kebencian atas Dasar Identitas' di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5/2017).

(Baca: "Ujaran Kebencian dan Ancaman Melanggar Hukum, Serahkan kepada Aparat")

Todung menjelaskan, upaya persuasif dan edukatif oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai pengguna internet lebih efektif untuk menekan penyebaran ujaran kebencian.

Dengan begitu, lanjut Todung akan terbentuk kesadaran pengguna internet dan media sosial untuk mengatur dirinya sendiri atau "self-governance".

Todung menyebut upaya tersebut sebagai solusi jangka panjang. Pemerintah harus membangun kesadaran kebangsaan di atas kemajemukan dan keberagaman sebagai modal sosial.

"Mereka yang memprovokasi memang harus diproses. Tapi lebih efektif upaya jangka panjang, harus dibangun kesadaran kebangsaan yang dibangun atas kemajemukan dan keberagaman sebagai modal sosial," tutur dia.

(Baca: Lakukan Ujaran Kebencian di Medsos, Ibu Rumah Tangga Ditangkap Polisi)

Menurut Todung, pemerintah harus mulai segera mengimplementasikan solusi jangka panjang tersebut.

Sebab, maraknya ujaran kebencian saat ini sudah menciptakan keterbelahan di masyarakat.

Masyarakat, kata Todung, dipolarisasi menjadi kelompok-kelompok yang memiliki pola pikir eksklusif.

"Kita dihadapkan pada keterbelahan, kamu lawan atau kawan. Kalau pola ini terus berjalan, keadaan akan out of hand," ucapnya.

Kompas TV Para peserta aksi meminta ketua Mahkamah Agung, agar tidak mengintervensi vonis Basuki Thajaja Purnama yang akan berlangsung Selasa (9/5) besok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com