Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

19 Tahun Reformasi, Keterbukaan Informasi Dianggap Belum Terwujud

Kompas.com - 28/05/2017, 17:18 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah 19 tahun reformasi di Indonesia, keterbukaan informasi publik dinilai masih menjadi persoalan.

Hingga saat ini, masyarakat masih kesulitan saat berupaya meminta data dan informasi publik kepada Negara.

Hal tersebut dikeluhkan organisasi non-pemerintah Greenpeace Indonesia, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Kedua lembaga ini sama-sama merasa kesulitan saat mengakses informasi kepada pemerintah.

"Semangat pemerintah yang terbuka dan partisipatif dalam Nawacita sebenarnya menunjukan adanya niat baik. Tapi, dalam implementasinya belum bisa terwujud, karena ada penolakan informasi publik yang coba kami akses," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Ratri Kusumohartono dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (28/5/2017).

Menurut Ratri, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menutup rapat informasi publik terkait data kehutanan.

Meski telah ada putusan Komisi Informasi Pusat (KIP), KLHK tetap menolak memberikan data informasi kehutanan.

Menurut Ratri, KLHK justru mengajukan banding putusan KIP tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Padahal dokumen itu akan membantu teman-teman yang ahli pemetaan untuk mengukur deforestasi. Kemudian untuk memantau potensi titik api saat kebakaran hutan," kata Ratri.

(baca: Menurut Kontras, Ada Upaya Lemahkan Putusan KIP soal Dokumen TPF Munir)

Nasib serupa juga dialami Kontras saat meminta pemerintah membuka dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.

Bukannya memberikan data, pemerintah justru mengatakan bahwa dokumen telah hilang.

Saat ini, perjuangan Kontras untuk membuka dokumen tersebut sedang bergulir di Mahkamah Agung.

Menurut Putri, penutupan akses informasi terkait penyelidikan kasus kematian Munir malah menimbulkan tanda tanya.

Pemerintah dicurigai menyembunyikan auktor intelektualis di balik pembunuhan Munir.

"Kalau ditutupi oleh Negara, apa bedanya kita sekarang dengan periode sebelum 1998? Pemerintah represif atau membatasi hak masyarakat," kata Putri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Menkominfo Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" di Indonesia Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Bareskrim Usut Dugaan Kekerasan oleh Pengemudi Fortuner yang Mengaku Adik Jenderal

Nasional
Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com